Fenomena Anak Muda Terlilit Pinjol Menguat, Ini Penyebabnya

Rodi Ediyansyah

Lampung dot co – Berita Ekonomi | Laporan KOMPAS menyebut penerima pinjaman daring atau pinjaman online (pinjol) selama dua tahun terakhir didominasi kelompok usia kurang dari 35 tahun. Mereka menggunakan dana pinjaman untuk hal-hal konsumtif.

Meski bergaji rendah, sifat konsumtif generasi muda menjadikan mereka sasaran utama penyaluran pinjol. Sehingga terjadi peningkatan 5,3 persen jumlah peminjam pinjol yang tidak lancar dan macet di atas 30 hari pada kelompok usia 17 hingga 34 tahun ini.

Tahun 2022, secara keseluruhan rata-rata penghasilan penduduk bekerja sebesar Rp 2,17 juta per bulan. Sementara itu, nilai rata-rata pinjol per orang sebesar Rp 2,31 juta atau 106 persen, lebih besar dari rata-rata penghasilan.

Parahnya lagi, kelompok usia muda dan pekerja awal yang berusia 17 hingga 34 tahun menduduki peringkat teratas dalam hal perbandingan pinjaman dan penghasilan yang tidak seimbang. Mereka menerima pinjaman Rp 2,44 juta dari gaji yang hanya Rp 2,02 juta per bulan.

Fenomena anak muda yang terlilit pinjaman daring akibat “besar pasak dari tiang”, menurut Direktur Ekonomi Digital Celios Nailul Huda, disebabkan antara lain oleh penerapan credit scoring (sistem penilaian kelayakan peminjam) yang kurang valid oleh penyelenggara pinjaman.

“Di satu sisi, pinjaman daring dapat meningkatkan inklusi keuangan. Di sisi lain, credit scoring yang digunakan harus benar-benar bisa menggambarkan kemampuan bayar peminjam,” kata dia.

Semantara itu, Managing Partner Rinto Wardana Law Firm, Rinto Wardana juga menyebut bahwa kurangnya edukasi mengenai risiko dari mudahnya meminjam uang secara online juga menjadi faktor utama.

“Nah ini membuat persoalan dimana mudah membuat hutang maka terjadi persoalan ketika nasabah gagal bayar,” ujarnya dikutip dari CNBC Indonesia.

Berbeda dengan pinjaman bank konvensional yang memiliki ketentuan bunga dan denda dalam perjanjian kredit, nasabah pinjol sering kali kurang informasi mengenai besaran bunga yang harus dibayarkan jika terlambat.

Maraknya kasus gagal bayar pinjaman online dan paylater menjadi perhatian. Perlu diingat bahwa konsekuensinya dapat berujung pada masalah hukum ketika ada kegagalan pembayaran.

Rinto menjelaskan bahwa jika terjadi gagal bayar, perusahaan pinjol berhak melaporkan ke polisi atas dasar penipuan dan penggelapan. Hak ini diatur oleh perundang-undangan perusahaan pinjol untuk menuntut nasabah yang tidak memenuhi kewajibannya.

Selain melalui jalur pidana, perusahaan pinjol juga dapat mengambil langkah hukum secara perdata. Meskipun ranah perdata seharusnya melibatkan perjanjian, namun dalam praktiknya nasabah jarang mendapatkan dokumen perjanjian tersebut.

“Meski begitu, hak perusahaan pinjol untuk mengajukan gugatan perdata tetap ada jika terjadi wanprestasi,” jelasnya. (*)

Rodi Ediyansyah

Rodi Ediyansyah merupakan salah satu editor media online Lampung.co yang bertugas mencari, menyunting dan menerbitkan naskah berita atau artikel dari penulis. Kontak rhodoy@lampung.co

Related Post

Ads - Before Footer