Enom Belas Marga Krui, Masyarakat Adat Lampung Saibatin di Pesisir Barat

Rodi Ediyansyah

Lampung.co – Suku Lampung Saibatin terbagi menjadi beberapa wilayah adat yang tersebar diseluruh Provinsi Lampung, bahkan ada yang masuk wilayah Sumatera Selatan hingga Banten. Wilayah adat Lampung Saibatin diantaranya Enom Belas Marga Krui (Pesisir Barat), Paksi Pak Sekala Brak (Lampung Barat).

Kemudian Bandar Enom Semaka (Tanggamus), Bandar Lima Way Lima (Pesawaran), Marga Lima Way Handak (Lampung Selatan), Melinting Tiyuh Pitu (Lampung Timur). Hingga diluar Provinsi Lampung diantaranya Pitu Kepuhyangan Komering (Provinsi Sumatera Selatan), Telu Marga Ranau (Provinsi Sumatera Selatan) Cikoneng Pak Pekon (Provinsi Banten).

Enom Belas Marga Krui

Sementara untuk Enom Belas Marga Krui sendiri terbagi atas Marga Pugung Malaya, Marga Pugung Penengahan, Marga Pugung Tampak, Marga Pulau Pisang, Marga Pedada, Marga Laay. Kemudian Marga Way Sindi, Marga Bandar Krui, Marga Ulu Krui, Marga Pasar Krui, Marga Way Napal, Marga Tenumbang, Marga Ngambur, Marga Ngaras, Marga Bengkunat, Marga Belimbing.

Belum banyak informasi yang terkuat terkait sejarah 16 marga adat yang terdapat di kabupaten Pesisir Barat itu sendiri. Namun sebagian masyarakat ada yang percaya masyarakat asli Krui merupakan keturunan langsung Suku Tumi yang merupakan nenek moyang orang Lampung.

Runtuhnya Kerajaan Skala Brak

Pendapat ini erat kaitannya dengan kedatangan empat putra Raja Pagaruyung yang menyebarkan agama Islam dan menaklukan Kerajaan Sekala Brak yang masih menganut agama Hindu, tempat bernaungnya Suku Tumi.

Dalam novel Perempuan Penunggang Harimau, M. Harya Ramdhoni menyebut Kerajaan Skala Brak kuno ini terakhir dipimpin oleh seorang ratu bernama Umpu Sekekhummong atau Ratu Sekerumong. Kematian pemimpin perempuan satu-satunya dalam sejarah panjang kerajaan Skala Brak Hindu ini meninggalkan dua orang anak. Seorang putra bernama Pangeran Kekuk Suik dan satu putri bernama Dalom Umpu Sindi.

Kekuk Suik, Lumia Ralang Pantang dan Penggawa Paksi Pak Sekala Brak

Saat dikalahkan empat pangeran yang belakangan mendirikan Kerajaan Paksi Pak Skala Brak, Pangeran Kekuk Suik bersama pengikutnya melarikan diri kearah Pesisir kemudian dipercaya menetap di daerah Pedada, Bandar, La’ay dan Way Sindi. Dalam kisah lain termasuk Tenumbang.

Beberapa waktu kemudian Lumia Ralang Pantang yang datang dari daerah Danau Ranau dengan bantuan lima orang penggawa dari Paksi Pak Sekala Brak menaklukan Pangeran Kekuk Suik yang telah mendirikan kehidupan baru di pesisir.

Versi lain menyebutkan, kerajaan Paksi Pak Sekala Brak sendiri yang mengirimkan utusan lima penggawa untuk menjemput Pangeran Kekuk Suik bersama pengikutnya yang melarikan diri kearah pesisir, namun tak pernah kembali.

Namun kedua versi tersebut tidak memiliki perbedaan yang terlalu jauh karena Lumia Ralang Pantang sendiri disebutkan beberapa kali berpindah tempat. Sebelum ke pesisir, terakhir diketahui tinggal di Pantau Kota Besi wilayah kekuasaan kerajaan Paksi Pak Sekala Brak.

Artinya, bisa saja dalam versi Paksi Pak Sekala Brak yang mengirimkan utusan lima penggawa itu, didalamnya termasuk Lumia Ralang Pantang itu sendiri yang kemudian mereka mendidirkan kerajaan Penggawa Lima.

Hingga saat ini di Kecamatan Way Krui, Kabupaten Pesisir Barat terdapat sebuah desa (bahasa setempat: pekon) bernama Penggawa Lima yang dipercaya sebagai pusat kekuasaan kelima Penggawa yang tak kembali ke kerajaan Paksi Pak Sekala Brak.

Dalam paparan diatas belum ditemukan sejarah Enom Belas Marga Krui secara keselurahan, termasuk hubungan antar 16 marga yang ada di Negeri Para Saibati itu. Tapi yang jelas setiap marga memiliki sejarah tersendiri, mungkin tak seturut dengan yang lain.

Bentukan Pemerintah Kolonial Belanda

Sementara Ahmad Syafe’i, Raja Adat Paksi Pak Sekala Brak Buay Belunguh dalam tulisannya menyebut bahwa 16 Marga Krui tersebut merupakan bentukan pemerintah kolonial Belanda untuk menjalankan politik adu domba atau devide et impera.

Dia mengutip catatan Prof. Mr. Cornelis van Vollenhoven seorang antropolog Bangsa Belanda dengan judul ‘De Contrale reehtagemeenechappen overzee’ yang menyebutkan pada tahun 1828 pemerintah Belanda membentuk beberapa marga di Krui.

Marga-marga tersebut diantaranya Marga Pugung Tampak, Marga Pugung Bandar (Pugung penengahan), Marga Pugung Malaya, Marga Wai Sindi (Ulok Pandan), Marga Penggawa Lima, Marga Tenumbang.

Selain itu dibentuk juga marga bagi masyarakat pendatang, diantaranya Marga Ngaras (berasal dari Sukau), Marga Ngambur (berasal dari Kembahang), Marga Bengkunat (berasal dari Semangka), Marga Blimbing (berasal dari Semangka).

Kemudian tahun 1835 dibentuk Marga Pulau Pisang yang merupakan pecahan dari Marga Wai Sindi. Setelah itu Marga Way Napal terbentuk pada tahun 1852 pecahan dari Marga Tenumbang. Lalu Marga Pasar Krui dibentuk juga pada tahun 1860.

Tak sampai disitu, untuk melemahkan Marga Penggawa Lima yang dinilai masih kuat, pada tahun 1871 pemerintah kolonial Belanda kemudian memecahnya menjadi Penggawa V Ilir (Marga Pedada), Penggawa V Tengah (Marga Bandar) Penggawa V Ulu (Marga La’ai).

Bahkan di Gunung Kemala yang sebelumnya dibawah kekuasaan Marga Liwa (didirikan pada tahun 1861 pecahan dari Marga Sukau yang dibentuk bersamaan dengan marga-marga pertama tahun 1828) juga dibentuk menjadi satu Marga baru pada tahun 1882, yakni Marga ulu Krui.

Marga Ulu Krui menurut catatan tersebut merupakan marga termuda yang termasuk dalam Enom Belas Marga Krui yang masih ada hingga saat ini di kabupaten Pesisir Barat, provinsi Lampung.

Rodi Ediyansyah

Rodi Ediyansyah merupakan salah satu editor media online Lampung.co yang bertugas mencari, menyunting dan menerbitkan naskah berita atau artikel dari penulis. Kontak rhodoy@lampung.co

Related Post

Leave a Comment

Ads - Before Footer