fbpx
Connect with us

Kolom

[Kolom] Dampak Media Sosial: Sisi Positif dan Negatif

Published

on

Media Sosial

Sekarang ini, masyarakat di seluruh dunia, dengan usia antara 14 sampai 40 tahun, mengabiskan banyak waktu di media sosial. Banyak orang bertanya-tanya apakah waktu yang digunakan baik untuk kita? Apakah orang yang terhubung secara online lebih baik dari terhubung secara langsung?

Atau mereka mengkonsumsi media sosial hanya sekedar menikmati hal-hal sepele dan sejumlah meme-meme dengan mengorbankan banyak waktu bersama orang-orang dekat dan terkasih. Pertanyaan kritis ini perlu diajukan dan dicarikan jawabannya lantaran media sosial juga mengandung sejumlah unsur negatif, khususnya bagi pengguna anak-anak generasi milenial.

Salah seorang Psikolog Sosialdari Amerika, Moira, telah meneliti berbagai dampak internet pada kehidupan orang-orang selama lebih dari satu dekade.

Hasilnya, banyak orang tua khawatir terhadap waktu senggang anak-anak yang bahkan telah terkoneksi media sosial di usia 15 tahun. Juga, kekhawatiran dalam menghabiskan waktu terlalu banyak bersama ponsel dan lupa memperhatikan keluarga.

Salah satu cara terpenting dalam mengatasi pergulatan batin kita terhadap berbagai masalah yang mengitari pengguna media sosial adalah dengan mengaji berbagai temuan para peneliti, melakukan perbaikan diri selaku pengguna, dan mengajukan lebih banyak lagi pertanyaan agar kita tetap terus belajar. Banyak peneliti juga melihat berbagai aspek dari masalah penting ini.

Misalnya, Psikologi Sherry Turkle menegaskan bahwa ponsel dan segundang isi di dalamnya, telah mendefinisikan kembali akan arti modernitas.

Dalam mengamati para pengguna media sosial di usia remaja, ada temuan penting yang dihasilkan bahwa meningkatnya depresi para remaja banyak terkait dengan penggunaan teknologi. Temuan-temuan itu tidak selesai sampai di sini.

Penelitian Sosiolog Keith Hampton tentang ruang publik menunjukkan bahwa sekarang ini banyak orang menghabiskan lebih banyak waktu di depan umum dengan hanya bermain ponsel dan menghabiskan waktu sendirian, banyak di antara mereka mengabaikan teman secara langsung meski sedang berkumpul dan duduk bersama.

Penulis mengamini sebuah klaim bahwa teknologi benar-benar membuat kita terasa berbeda. Tetapi perasaan berbeda ini tidak didukung penuh oleh berbagai manfaat yang terkandung dalam teknologi-komunikasi.

Sebagian besar pengguna aktif media sosial justru didukung oleh anekdot-anekdot lucu dan meme-meme apa saja yang menurut mereka menarik, soal politik misalnya, agama, atau sekedar lucu-lucuan.

Kita seharusnya sadar betul bahwa media sosial – katakanlah facebook – merupakan tempat untuk interaksi yang bermakna dengan sejumlah teman dan keluarga. Dan, akan lebih meningkatkan hubungan kita dengan orang-orang terdekat secara offline, bukan malah menjauh dan mengurangi jalinan hubungan.

Ini penting, karena kita semua tahu kesehatan mental dan kebahagiaan seseorang sangat bergantung pada kekuatan hubungan komunikasi ini, baik secara online maupun offline.

Di lain hal, kita juga perlu meninjau beberapa penelitian ilmiah terkemuka tentang apa hubungan media social dan kesejahteraan. Misalnya dengan mengajukan pertanyaan, apa pendapat para Akademisi? Apakah media sosial baik atau buruk untuk kesejahteraan bersama?

Sisi Negatif
Secara garis besar, ketika seseorang menghabiskan lebih banyak waktu secara pasif dengan mengkonsumsi media sosial (infomasi-membaca), tetapi tidak berinteraksi dengan orang-orang di media itu, maka akan berdampak buruk bagi kesehatan mentalnya.

Sebagai contoh, sebuah uji coba yang dilakukan di Universitas Michigan, para mahasiswa ditugaskan secara acak untuk membaca status dan berbagai informasi yang berseliweran selama sepuluh menit, hasilnya, mereka berada dalam suasana hati yang lebih buruk.

Berbeda dengan mahasiswa yang ditugaskan untuk mengirim atau berbicara dengan teman-temannya di facebook.

Sebuah studi dari UC San Diego dan Univeraitas Yale menemukan bahwa orang-orang yang mengklik tautan empat kali lebih banyak dari pada rata-rata orang, atau yang menyukai pos dua kali lebih banyak, cenderung memiliki kesehatan mental yang lebih buruk dari yang lainnya.

Meski saya kira, penyebabnya agak kurang terukur dan tidak jelas, tetapi penelitian ini penting mengingat media social telah banyak mengubah cara kita menjalin komunikasi dengan orang lain dan kelompok tertentu.

Penulis sendiri berhipotesis, bahwa memahami orang lain secara online jauh lebih buruk dari pada secara offline. Karena, cara pandang kita terhadap orang lain di media sosial, baik menyangkut kehidupan pribadi atau profesinya, dapat menyebabkan perbandingan kelas sosial yang negative.

Sebabnya postingan orang lain sering dikurasi terlebih dahulu dan cenderung menyanjung dirinya sendiri. Selain itu, internet, dalam hal ini media sosial, juga membuat banyak orang menjauh dari keterlibatan sosial secara langsung di dunia nyata.

Sisi Positif
Dampak positif yang ada di media social barangkali sudah disadari oleh para penggunanya. Misalnya, berinteraksi secara aktif dengan orang-orang, terutama saling berkirim pesan, posting, dan komentar dengan teman-teman dekat, akan mengenang kembali tentang interaksi di masa lalu, sisi ini paling tidak terkait dengan peningkatan kesejahteraan.

Banyak di antara kita tertarik dengan facebook, atau media sejenisnya, karena kemampuannya untuk terhubung dengan sanak saudara, teman sekelas dulu, dan rekan bisnis. Tidak heran misalnya, tetap memiliki hubungan dengan teman-teman dekat, orang-orang terkasih, dan tentunya teman baru, membuat kita merasa benar-benar gembira dan memperkuat jalinan rasa kebersamaan.

Penelitian yang dilakukan oleh Robert Kraut di Universitas Carnegie Mellon menemukan bahwa orang yang mengirim dan menerima lebih banyak pesan, komentar di status, dan pos timeline akan meningkatkan sisi positif mentalnya.

Seperti adanya dukungan sosial yang lebih, terhindar dari depresi, dan rasa kesepian. Efek positif ini bahkan akan lebih menguat ketika seseorang berinteraksi dengan teman dekat secara online.

Jadi tidak cukup hanya sekedar menyiarkan pembaruan status, orang harus berinteraksi satu lawan satu dengan orang lain di jejaring media sosial. Sehingga, interaksi aktif dengan sesame pengguna akan sangat memberikan manfaat positif, khususnya dalam hal perekat sosial yang mensejahterakan.

Saya percaya bahwa di media sosial, penegasan akan diri sendiri akan datang dengan cara mengenang interaksi yang penuh makna dengan orang-orang di masa lalu, melihat foto-foto dan berbagai komentar dari teman-teman, serta merefleksikan postingan masa lalu seseorang, di mana seseorang itu mencoba menampilkan dirinya sendiri kepada dunia.

Penelitian Lebih Lanjut
Banyak orang khawatir tentang bagaimana teknologi mempengaruhi rentang perhatian dan hubungan satu sama lain. Dan, bagaimana teknologi mempengaruhi anak-anak dalam kurun waktu jangka panjang. Ini adalah pertanyan yang sangat penting dan kita semua memiliki banyak hal untuk dipelajari.

Kiranya, kita perlu melakukan berbagai penelitian serius untuk memahami hubungan antara media sosial, perkembangan remaja, dan kesejahteraan. Tujuannya untuk melihat dampak teknologi seluler dan media sosial pada masyarakat.

Investigasi untuk lebih memahami gangguan digital dan faktor yang dapat menarik orang menjauh dari interaksi tatap muka juga sangat penting dilakukan. Berbagai masalah seputar gangguan digital memang harus diatasi bersama-sama.

Dalam tulisan ini, saya tidak memiliki semua jawaban dalam hal mengatasi berbagai gangguan digital dan dampaknya pada para penggunanya. Paling tidak, peran penting media sosial yang dapat menyatukan banyak orang, harus benar-benar digunakandan dikelola secara bijak, berinteraksi secara positif, dan sebisa mungkin hindari kebencian dan konflik.

Akhirnya, kita semua perlu membangun komitmen untuk dapat benar-benar berinteraksi secara sehat di media sosial. Ketimbang berkonflik, lebih baik kita saling mendukung satu sama lain dalam menciptakan kesejahteraan melalui interaksi yang bermakna.

Oleh: Rohmatul Izad
Alumni Pascasarjana Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pengurus di Yayasan Miftahul Huda Gunung Terang Lampung.

Rodi Ediyansyah merupakan salah satu editor media online Lampung.co yang bertugas mencari, menyunting dan menerbitkan naskah berita atau artikel dari penulis. Kontak rhodoy@lampung.co

Kolom

PKKMB Unila 2023: Ide Tanpa Substansi

Sangat disayangakan untuk seorang mahasiswa yang seharusnya adaptif dan peka kondisi yang saat ini terjadi justru gagap

Published

on

PKKMB Unila 2023
PKKMB Unila 2023 | Foto: Ist.

Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB ) Universitas Lampung yang diberitakan melalui website Unila disambut antusias Mahasiswa Baru (MABA) 2023 untuk mengenalkan, dan menggambarkan secara langsung iklim kehidupan kampus. Rangkaian tersebut diisi dengan materi, dan juga pengenalan berbagai Organisasi Kemahasiswaan di tingkat universitas, fakultas, dan jurusan. Tentunya dengan harapan, MABA dapat mempersiapkan diri sebelum memasuki pembelajaran dalam bidang akademik ataupun non akademik.

Paper Mob dan Ide Tanpa Substansi

Meskipun demikian, ide yang digagas oleh beberapa ormawa seperti BEM, khususnya di tingkat fakultas dalam agenda PKKMB cenderung monoton atau bahkan mengadopsi tahun-tahun sebelumnya, yang dimana ide tersebut adalah paper mob. Paper mob yang dimaksud adalah sebuah atraksi yang menampilkan gambar atau tulisan menggunakan kertas dan terkumpul di satu titik.

Salah seorang mahasiswa yang menjadi panitia di PKKMB fakultas, menyampaikan “Paper Mob seperti yang dilakukan pada tahun-tahun lalu sebelum dilanda covid, sebagai salah satu ide yang digagas untuk memeriahkan rangkaian PKKMB bagi Mahasiswa Baru”.

Sangat disayangakan untuk seorang mahasiswa yang seharusnya adaptif dan peka kondisi yang saat ini terjadi justru gagap akan hal tersebut. Kondisi tersebut seperti isu organisasi kemahasiswaan (ormawa) yang sudah dianggap kurang relevan untuk diikuti, dan kalah saing. Hal tersebut kenapa tidak diangkat menjadi isu krusial dan diselesaikan melalui paradigma baru.

Dengan demikian, paradigma baru tersebut dapat ditularkan kepada mahasiswa baru melalui PKKMB, dan tentunya terkemas dalam rangkaian kegiatan dengan ide baru yang kreatif, dan substansial. Peran mahasiswa yang dinilai sebagai Agent of Change untuk di era sekarang layak dikaji ulang, apakah peran tersebut masih dianggap, jika pemikiran seorang mahasiswa sebatas adopsi dan selalu adopsi.

Si Paling Senior di Balik Antusias MABA

Ada satu ketika sore hari sekelompok MABA berjalan kaki beranjak pulang ke arah kampung baru seusai mengikuti PKKMB, diganggu oleh sekelompok mahasiswa menggunakan PDH Ormawa yang meneriaki MABA “Apa lu liat-liat, sini lu. Gua senior lu” dengan nada keras dan memelototi maba yang beriringan.

Belum lagi di sebuah postingan menfess di aplikasi X (yang dulunya twiter) berisi curhatan maba “ Gimana si kating-kating itu gak diajari tata cara wudhu ya masa lagi wudhu disuruh cepet2, marah-marah sama dikasih waktu Cuma 5 menit padahal itu orangnya rame kalo pada buru-buru wudhunya terus gak sah mau nanggung dosanya gaa? Hadehhh”. Curhatan lain juga mengeluhkan sikap kakak tingkat sebagai panitia menjulid “maba! Jadi gamau ospek karna tau kating yang cewenya dikit-dikit ngejulidin sama marah-marah”.

Unila di bawah kepemipinan Rektor Prof. Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A.IPM mengusung tagline “Be Strong” mengundang pertanyaan apakah tagline tersebut menggambarkan sebuah utopia ataukah distopia dengan hal-hal yang sudah dijabarkan di atas.

Puisi Sajak Pertemuan Mahasiswa – WS. Rendra

matahari terbit pagi ini
mencium bau kencing orok di kaki langit
melihat kali coklat menjalar ke lautan
dan mendengar dengung di dalam hutan
lalu kini ia dua penggalah tingginya
dan ia menjadi saksi kita berkumpul disini
memeriksa keadaan
kita bertanya :
kenapa maksud baik tidak selalu berguna
kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga
orang berkata : kami ada maksud baik
dan kita bertanya : maksud baik untuk siapa ?
ya !
ada yang jaya, ada yang terhina
ada yang bersenjata, ada yang terluka
ada yang duduk, ada yang diduduki
ada yang berlimpah, ada yang terkuras
dan kita disini bertanya :
maksud baik saudara untuk siapa ?
saudara berdiri di pihak yang mana ?
kenapa maksud baik dilakukan
tetapi makin banyak petani kehilangan tanahnya
tanah tanah di gunung telah dimiliki orang orang kota
perkebunan yang luas
hanya menguntungkan segolongan kecil saja
alat alat kemajuan yang diimpor
tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya
tentu, kita bertanya :
lantas maksud baik saudara untuk siapa ?
sekarang matahari semakin tinggi
lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala
dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya :
kita ini dididik untuk memihak yang mana ?
ilmu ilmu diajarkan disini
akan menjadi alat pembebasan
ataukah alat penindasan ?
sebentar lagi matahari akan tenggelam
malam akan tiba
cicak cicak berbunyi di tembok
dan rembulan berlayar
tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda
akan hidup di dalam mimpi
akan tumbuh di kebon belakang
dan esok hari
matahari akan terbit kembali
sementara hari baru menjelma
pertanyaan pertanyaan kita menjadi hutan
atau masuk ke sungai
menjadi ombak di samodra
di bawah matahari ini kita bertanya :
ada yang menangis, ada yang mendera
ada yang habis, ada yang mengikis
dan maksud baik kita
berdiri di pihak yang mana !

Semoga saja pesan yang disampaikan oleh W.S Rendra melalui puisinya tersebut dapat menjadi pengingat juga menyadarkan satu sama lain akan peran dan harapan yang dipikul oleh mahasiswa.

Oleh: Ramdani Rasyid,
Mahasiswa Universias Lampung (Unila)
*Artikel Lampung.co ini merupakan kiriman dari pembaca. Isi sepenuhnya tanggung jawab penulis sesuai pasal sanggahan yang telah kami buat.
**Pembaca bisa mengirim tulisan via kontak yang tersedia
Continue Reading

Kolom

Sejarah Hari Kebangkitan Nasional dan Pentingnya Peringatan di Era Modern

Dengan mengenang dan merayakan Hari Kebangkitan Nasional, diharapkan masyarakat Indonesia dapat terus terinspirasi dan tergerak untuk memperkuat persatuan, semangat kebangsaan, dan dedikasi dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia

Published

on

Hari Kebangkitan Nasional
Ilustrasi Hari Kebangkitan Nasional | Foto: Ist.

Lampung dot co – Kolom | Hari Kebangkitan Nasional adalah perayaan nasional yang diadakan setiap tanggal 20 Mei di Indonesia. Peringatan ini juga dikenal dengan sebutan Hari Kebangkitan Nasional Indonesia. Perayaan ini bertujuan untuk membangkitkan semangat nasionalisme dan kebangkitan bangsa, serta mengingatkan masyarakat Indonesia akan perjuangan dan pengorbanan para pahlawan kemerdekaan.

Sejarah Hari Kebangkitan Nasional

Pada tanggal 20 Mei 1908, Budi Utomo, organisasi pertama yang mengusung semangat kebangsaan Indonesia, didirikan. Pendirian Budi Utomo menjadi tonggak awal gerakan nasional Indonesia yang bertujuan untuk memperjuangkan kemerdekaan dari penjajahan Belanda.

Kebangkitan Nasional Indonesia adalah periode pada paruh pertama abad ke-20 di Nusantara (kini Indonesia), ketika rakyat Indonesia mulai menumbuhkan rasa kesadaran nasional sebagai “orang Indonesia”. Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Budi Utomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928).

Untuk mengejar keuntungan ekonomi dan menguasai administrasi wilayah, Belanda menerapkan sistem pemerintahan kolonial pada orang-orang yang sebelumnya tidak memiliki kesamaan identitas politik. Pada awal abad ke-20, Belanda menetapkan batas-batas teritorial di Hindia Belanda, yang menjadi cikal bakal Indonesia modern.

Pada paruh pertama abad ke-20, muncul sejumlah organisasi kepemimpinan yang baru. Melalui kebijakan Politik Etis, Belanda membantu menciptakan sekelompok orang Indonesia yang terpelajar. Perubahan yang mendalam pada orang-orang Indonesia ini sering disebut sebagai “Kebangkitan Nasional Indonesia”. Peristiwa ini dibarengi dengan peningkatan aktivitas politik hingga mencapai puncaknya pada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.

Dalam perayaan Hari Kebangkitan Nasional, sering kali diadakan berbagai kegiatan seperti upacara bendera, peringatan, diskusi, seminar, dan acara budaya yang melibatkan masyarakat. Pemerintah, lembaga pendidikan, dan organisasi kemasyarakatan sering kali berpartisipasi dalam perayaan ini dengan mengadakan kegiatan yang bertema nasionalisme, sejarah, dan kebangsaan.

Pentingnya Perayaan Hari Kebangkitan Nasional

Perayaan Hari Besar Ini memiliki arti penting dalam membangun identitas nasional, menyatukan bangsa, dan memupuk rasa cinta tanah air serta semangat kebangsaan di kalangan masyarakat Indonesia. Melalui perayaan ini, diharapkan bahwa masyarakat Indonesia dapat mengingat dan menghargai perjuangan para pahlawan serta memperkuat tekad untuk menjaga dan mengembangkan bangsa dan negara Indonesia.

Selain memperingati pendirian Budi Utomo, Hari Kebangkitan Nasional juga menjadi momentum untuk merefleksikan perjalanan sejarah bangsa Indonesia, menghargai perjuangan para pahlawan nasional, dan menggugah semangat kebangkitan nasional di tengah perubahan zaman.

Peringatan Hari Kebangkitan Nasional juga dapat menjadi momen penting untuk mengajarkan nilai-nilai kebangsaan kepada generasi muda. Melalui edukasi sejarah dan kegiatan yang relevan, seperti ceramah, diskusi, dan kontes-kontes, masyarakat dapat lebih memahami jasa-jasa para pahlawan kemerdekaan dan pentingnya mempertahankan dan mengembangkan keberagaman serta persatuan bangsa.

Selain itu, Hari Kebangkitan Nasional juga menjadi ajang untuk merayakan prestasi dan kemajuan bangsa Indonesia dalam berbagai bidang, seperti politik, ekonomi, sains, olahraga, seni, dan budaya. Perayaan ini dapat menjadi momen untuk mengenang berbagai capaian bangsa yang telah memberikan sumbangan dalam memajukan Indonesia.

Peringatan di Era Modern

Di era modern ini, peringatan Hari Kebangkitan Nasional juga sering dikaitkan dengan semangat inovasi, kreativitas, dan kewirausahaan. Dalam rangka meningkatkan kebangkitan nasional, masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam pembangunan dan berkontribusi dalam memajukan Indonesia melalui berbagai bidang kehidupan, termasuk ekonomi, pendidikan, teknologi, dan lingkungan.

Penutup

Dengan mengenang dan merayakan Hari Kebangkitan Nasional, diharapkan masyarakat Indonesia dapat terus terinspirasi dan tergerak untuk memperkuat persatuan, semangat kebangsaan, dan dedikasi dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sebagai negara yang maju, berdaulat, adil, dan berkepribadian.

Continue Reading

Artikel

Mengapa Isu “Loss and Damage” Dalam COP27 Penting untuk Indonesia

Contohnya adalah tenggelamnya pulau-pulau kecil milik negara-negara kepulauan di kawasan Pasifik seperti Kiribati dan Tuvalu. Indonesia juga menghadapi ancaman serupa.

Published

on

Banjir
Foto udara banjir yang melanda Pekalongan karena penurunan tanah dan kenaikan muka air laut | Foto: Antara/Harviyan Perdana Putra

Lampung.co – Para pemimpin dunia sedang berkumpul di Mesir untuk mengikuti konferensi iklim Perserikatan Bangsa Bangsa (Conference of Parties 27 atau COP27).

Dalam pertemuan ini, selain poin penting seputar mitigasi, adaptasi, dan pendanaan, pemimpin dunia juga turut membahas persoalan “loss and damage” atau kehilangan dan kerusakan.

Lalu apa itu loss and damage dan mengapa ini penting untuk Indonesia?

Dampak perubahan iklim

Pakar perubahan iklim dari Independent University Bangladesh, Saleemul Huq, dalam buku The Climate Book yang dibuat oleh pegiat lingkungan Greta Thunberg, memaparkan bahwa yang dimaksud dengan “loss” adalah sesuatu yang hilang secara utuh dan tidak mungkin bisa kembali. Tidak peduli berapa banyak uang yang digelontorkan untuk membuatnya lagi.

Contohnya adalah tenggelamnya pulau-pulau kecil milik negara-negara kepulauan di kawasan Pasifik seperti Kiribati dan Tuvalu. Indonesia juga menghadapi ancaman serupa. Menurut peneliti BRIN, ada 115 pulau di Indonesia yang terancam hilang atau tenggelam.

<span class="caption">Foto udara banjir yang melanda Pekalongan karena penurunan tanah dan kenaikan muka air laut.</span> <span class="attribution"><span class="source">Harviyan Perdana Putra/Antara</span></span>

Sementara “damage” mengacu pada sesuatu yang rusak akibat bencana iklim tapi masih bisa diperbaiki, tentu saja dengan catatan jika kita punya uang dan sumber daya yang mumpuni. Pemutihan terumbu karang, kerusakan lahan pertanian akibat kekeringan panjang, dan hancurnya pemukiman serta fasilitas umum akibat banjir adalah contoh nyata kerusakan yang sedang dan akan terus dihadapi Indonesia.

Kajian dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) memprediksi Indonesia akan menanggung kerugian ekonomi yang luar biasa dalam rentang waktu 2020-2024, yaitu sebesar Rp 544 triliun atau setara dengan 31% realisasi pendapatan negara tahun 2021 yang mencapai 1.736 triliun.

Pertanyaan kemudian muncul, siapa yang akan menanggung kerugian ekonomi yang sedemikian besar? Apakah semua akan ditanggung negara? Tentu tidak, sebagian besar kerugian ini akan ditanggung sendiri oleh masyarakat rentan, seperti penduduk pesisir pantai atau para petani yang menggantungkan hidupnya pada kondisi alam.

Jalan terjal keadilan iklim

Meski tidak dapat menutup semua kerugian ekonomi, Indonesia sangat berkepentingan untuk mendapatkan kompensasi loss and damage dari negara maju untuk mengurangi pengeluaran dari anggaran negara. Karena itulah, perwakilan Indonesia di COP harus mengawal agenda pembahasan perkara ini dalam COP.

Namun, upaya membawa isu loss and damage ke meja perundingan COP bukan perkara mudah. Sudah 30 tahun lebih isu ini dibawa oleh negara berkembang. Merunut sejarahnya, isu loss and damage pertama kali dibawa oleh Vanuatu yang mewakili Aliansi Negara-Negara Kepulauan Kecil (AOSIS) pada 1991.

<span class="caption">Menteri Luar Negeri Tuvalu, Simon Kofe, saat berpidato di tengah pesisir negaranya yang terendam karena kenaikan muka air laut.</span> <span class="attribution"><span class="source">via social media</span></span>

Saleemul Huq juga mengkritik isu loss and damage seakan menjadi hal tabu dalam negosiasi iklim internasional karena ada embel-embel kompensasi di baliknya. Negara majulah yang kerap menghindari persoalan ini. Pemenuhan janji pendanaan iklim US$ 100 miliar yang digelontorkan negara maju ke negara berkembang saja sudah berat dan sulit dicapai, apalagi ditambah ganti rugi loss and damage.

Proposal bersama koalisi negara G77 dan Cina untuk mendapatkan fasilitas pendanaan loss and damage tahun lalu juga ditolak oleh kelompok negara maju penyumbang emisi terbesar seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa di Glasgow.

Akhirnya kabar baik datang dari Mesir. Dalam COP27, ada enam negara yang mau berkomitmen untuk menyumbang pendanaan loss and damage. Mereka adalah Skotlandia, Denmark, Jerman, Austria, Irlandia, dan Belgia. Gabungan pendanaan dari enam negara ini mencapai kurang lebih US$ 265 juta.

Jumlah ini memang belum banyak. Sebab, dua ilmuwan dari Basque Center for Climate Change Spanyol Anil Markandya dan Mikel González-Eguino menaksir kerugian tak terhindarkan yang ditanggung negara-negara berkembang akibat bencana iklim diprediksi mencapai US$ 290 – 580 miliar (Rp 4.519 – 9.033 triliun) pada 2030. Angka ini akan terus meningkat hingga US$ 1.132 – 1.741 miliar (Rp 17.631 – 27.117 triliun) pada 2050.

Namun begitu, komitmen pendanaan dari enam negara maju setidaknya menjadi simbol solidaritas terhadap perjuangan negara-negara berkembang. Ini juga menjadi sindiran untuk negara maju lainnya yang masih bergeming.

Hingga saat ini, ketimpangan yang sangat besar antara komitmen pendanaan loss and damage dengan perkiraan kebutuhannya masih akan ditanggung sendiri oleh negara-negara sedang berkembang.

Saatnya bergerak

Isu loss and damage harus bisa lepas dari bayang-bayang dominasi pembicaraan mitigasi atau pengurangan emisi. Tentu saja, ambisi dan upaya negosiasi pengurangan emisi negara-negara harus terus digenjot.

<span class="caption">Aktivis organisasi lingkungan Friends of Earth menyuarakan isu loss and damage di COP21 pada 2015.</span> <span class="attribution"><span class="source">(John Englart/Flickr)</span></span>

Namun, perlu diingat bahwa dampak dari krisis iklim sudah di depan mata dengan semakin meningkatknya bencana iklim khususnya di negara-negara sedang berkembang.

Para pemimpin dunia juga harus memikirkan tantangan yang sedang terjadi dan turut berkontribusi meringankan beban negara-negara berkembang.

Kompensasi dari loss and damage penting untuk mewujudkan keadilan iklim bagi negara-negara berkembang. Seperti kita tahu bahwa kontribusi emisi negara-negara ini relatif lebih sedikit dibandingkan dengan emisi dari negara-negara maju sejak revolusi industri.

Sayangnya, negara-negara sedang berkembang harus menanggung kerugian dampak perubahan iklim lebih banyak.

Nicola Sturgeon, Perdana Menteri Skotlandia, juga menyayangkan ketidakadilan ini dalam pidatonya pada panel loss and damage. Ia juga menyoroti bahwa aksi nyata untuk loss and damage sangat terlambat dan mendesak negara maju untuk menyediakan pendanaan sekarang juga.

Peran Indonesia

Kucuran dana kompensasi loss and damage ke Indonesia akan meringankan beban anggaran negara untuk menanggulangi kerugian akibat bencana iklim.

Namun, pembicaraan loss and damage akan menghadapi batu terjal dalam perundingan-perundingan berikutnya. Penting bagi delegasi Indonesia dan tentunya Presiden Joko Widodo terus menyuarakan isu ini dalam perundingan COP di Mesir, Dubai (tuan rumah COP28 tahun depan) dan seterusnya.

Indonesia bisa menjadi aktor kunci untuk memperkuat koalisi G77 dengan Cina dan juga keenam negara maju yang berkepentingan terhadap isu loss and damage.

Indonesia dekat dengan negara-negara ekonomi besar dalam G20, sekaligus juga dekat dengan negara-negara G77 dan Aliansi Negara-Negara Kepulauan Kecil (AOSIS). Ini memberikan posisi strategis bagi Indonesia untuk terus menggaungkan dan menjaga momentum isu loss and damage dalam berbagai kesempatan pertemuan internasional.The Conversation

Oleh: Stanislaus Risadi Apresian,
Assistant Professor of International Relations, Universitas Katolik Parahyangan

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation dengan judul Mengenal isu “loss and damage” dalam COP27 dan mengapa ini penting untuk Indonesia.

Continue Reading

Banyak Dibaca