Iqro
Memahami Perubahan Dhomir pada Bacaan Doa Sholat Jenazah
Dalam versi arab, terdapat kalimat allahummaghfir lahu. Jika kita menengok kembali macam-macam dhomir, tentu akan berpendapat kalau kalimat tersebut ditujukan untuk jenazah laki-laki. Bagaimana jika jenazah seorang perempuan?

Lampung dot co – Iqro | Bagi orang yang baru mengenal dhomir mungkin bertanya-tanya, sebenarnya apa itu dhomir? Secara bahasa, dhomir memiliki arti kata ganti orang atau benda. Namun, dalam artikel ini, kita khusus membahas tentang kata ganti orang pada bacaan doa sholat jenazah.
Ini penting sekali disadari, sebab, Anda suatu kali pasti akan melihat orang meninggal, dan saat itu akan turut men-sholati-nya. Memangnya ada berapa macam dhomir yang kerap ditemui?
Macam-macam Dhomir
- Kata Ganti untuk Dia (Laki-Laki)
Kata ganti untuk dia (laki-laki) untuk satu orang, pelafalannya berbunyi hua. Untuk dua orang huma. Sementara untuk tiga orang laki-laki atau lebih, lafalnya ditulis hum. - Kata Ganti untuk Dia (Perempuan)
Pelafalan untuk kata ganti perempuan berbeda lagi. Untuk satu orang itu hiya, untuk dua orang, huma, dan yang lebih dari tiga orang, bunyinya hunna. - Kata Ganti untuk Kamu (Laki-Laki)
Lafal kata ganti untuk kamu (1 orang) adalah anta. Sementara untuk kamu (2 orang), pelafalannya jadi antuma. Sedangkan yang untuk kalian (lebih dari 3 orang), cukuplah diucapkan dengan dhomir antum. - Kata Ganti untuk Kamu (Perempuan)
Sedikit berbeda dari nomor 3. Untuk penyebutan kamu (1 orang), lafalnya anti, untuk dua orang sama dengan pelafalan untuk kamu laki-laki, antuma. Sementara untuk tiga orang lebih, antunna. - Kata Ganti untuk Saya
Cukup satu, sebab subjek dhomir untuk saya hanya ditujukan untuk satu orang. Bagaimana bunyinya? Ana. - Kata Ganti untuk Kami atau Kita
Sama dengan dhomir untuk saya. Jumlahnya hanya satu. Sebab, tiada panggilan lain selain nahnu.
Setelah kita mengetahui apa saja macam dhomir, tentu sekarang Anda sudah bisa menebak-nebak pentingnya mempelajari dhomir sebelum memutuskan untuk ikut-serta dalam barisan sholat jenazah.
Masih banyak di lapangan orang dewasa yang bahkan tidak tahu bacaan doa dalam sholat jenazah, apalagi memahami perbedaan dhomir, tentu masih jauh. Apakah Anda ingin mengikuti jejak mereka itu, apakah ingin belajar kebenaran, semua ada di tangan Anda.
Pelafalan yang keliru bisa membuat orang salah paham. Perihal apakah kelirunya pelafalan dalam bacaan doa sholat jenazah diterima oleh Allah atau tidak, tentu bukan urusan kita. Namun, apabila Anda menjadi imam dalam sholat jenazah, tentu harus mengetahui jenis-jenis dhomir dan fungsinya.
Jangan sampai Anda menjadi bagian dari pemimpin bodoh yang menggiring unta ke jurang bersama-sama. Setiap pemimpin, seharusnya memiliki ilmu melebihi jamaahnya agar bisa dengan mudah diterima.
Nabi Muhammad Saw bersabda: “Sesungguhnya ketika ilmu dicabut seiring dengan dicabutnya para ulama, hingga tiada yang tersisa dan manusia pada hari itu akan mengangkat orang-orang bodoh untuk menjadi pemimpin. Ketika pemimpin itu ditanyai tentang fatwanya, mereka pun memberi fatwa tanpa ilmu. Mereka telah sesat dan menyesatkan.”
Di sinilah pentingnya ilmu dhomir pada bacaan doa dalam sholat jenazah disadari bersama-sama. Anda tidak bisa hanya berdiri di barisan sholat dengan hanya komat-kamit tidak jelas. Bergerak jungkat-jungkit tanpa makna sama sekali. Minimal, Anda mesti mengetahui niat sholat jenazah dan cara-cara takbiratul ikhram pertama, kedua, ketiga, sampai keempat. Tanpa memenuhi landasan dasar sholat jenazah ini, tentu sholat Anda tidak sah. Semua ada ilmunya.
Doa Sholat Jenazah
Bagaimana lafal doa dalam sholat jenazah yang sesuai ajaran Rasulullah Saw? Agar sholat Anda tidak menyimpang dari As-sunnah, sebaiknya pelajari hal ini.
Allahummaghfir lahu warhamhu wa ‘aafihi wa’fu ‘anhu wa akrim nuzulahu wa wassi’ madkholahu, waghsilhu bil maa i wats-tsalji walbarodi wa naqqihii minal khothoo ya kamaa yunaqqots- tsawbul abyadhu minad danas, wa abdilhu daaron khoiron min daarihii wa ahlan khoiron min ahlihii wa zawjan khoiron min zawjihi, wa adkhilhul jannata wa a ‘idzhu min ‘adzaabil qobri wa fitnatihi wa min ‘adzaabin naar.
Artinya: “Ya Allah, ampunilah ia dan rahmati ia. Berikanlah kebaikan kepadanya, mohon maafkan ia, muliakan ia, lapangkan tempat masuknya, mandikan ia dengan air, serta salju yang menyejukkan. Sucikan ia dari dosa sebagaimana kain putih dibersihkan dari noda dan kotoran. Gantikanlah negeri yang lebih baik dari negerinya, pasangan lebih baik dari pasangannya, serta masukkan ia ke surga. Lindungi ia dari adzab neraka” (HR. Muslim).
Perihal dhomir atau kata ganti “ia” dalam hadits itu ada yang berpendapat tidak boleh diganti. Namun, sebaiknya Anda tidak serta-merta mengikuti omongan orang tanpa referensi yang tepat dan terpadu dari berbagai sumber. Semua ilmu ada landasannya. Sementara kita yang hidup di zaman akhir ini hanya bisa menyandarkan pengetahuan pada jumhur ulama.
Perubahan Dhomir pada Bacaan Doa dalam Sholat Jenazah
Pada hadits di atas, dalam versi arab, terdapat kalimat allahummaghfir lahu. Jika kita menengok kembali macam-macam dhomir, tentu akan berpendapat kalau kalimat tersebut ditujukan untuk jenazah laki-laki.
Oleh karena itu, menurut pendapat madzhab Syafi’i, apabila yang meninggal dunia adalah perempuan, maka pengucapannya menjadi allahummaghfir laha warhamha, dst. Sementara untuk jenazah laki-laki dan perempuan, cukuplah dengan allahummaghfir lahuma.
Penutup
Sampai di sini apakah Anda sudah memahami perbedaan dhomir pada bacaan doa sholat jenazah? Sangat sederhana. Namun kebanyakan malas menuntut ilmu perihal sholat jenazah. Padahal ilmu dalam beragama Islam penting kedudukannya. Bahkan Allah SWT menilai derajat manusia sesuai kadar keilmuannya. Dengan kata lain, apabila Anda memiliki ilmu yang cukup tinggi, derajat Anda pun semakin tinggi.
Wallahu a’lam bish-shawab

Iqro
Dampak Kesaksian Orang yang Masih Hidup terhadap Jenazah
Anjuran untuk melakukan perbaikan dan kebaikan selalu disuarakan dari mimbar ke mimbar, dari mulut ke mulut, dan dari sikap ke sikap.

Lampung dot co – Iqro | Mungkin Anda sudah terlalu sering mendengar pepatah, “Harimau mati meninggalkan belang, kambing mati meninggalkan tanduk, gajah mati meninggalkan gading, dan manusia mati meninggalkan nama.” Setiap makhluk hidup meninggalkan hal-hal penting yang menjadi identitasnya semasa hidup. Dibanding tubuh, nama manusia akan jauh lebih dikenang oleh orang-orang yang masih hidup.
Oleh karena itu, anjuran untuk melakukan perbaikan dan kebaikan selalu disuarakan dari mimbar ke mimbar, dari mulut ke mulut, dan dari sikap ke sikap. Manusia memang tempatnya salah dan lupa, ketika tiada lagi yang mengingatkan, hanya bayang-bayang hitam maupun ajakan untuk berbuat buruklah yang selalu menyinggahi hatinya. Seruan kebaikan bisa diumpamakan sebagai nyala obor di tengah gulitanya malam.
Pada hari ini, apa saja yang Anda persiapkan untuk mati? Lebih perhatian mana, mempersiapkan diri untuk menjadi orang kaya, atau menjadi calon jenazah yang layak mendapatkan kehidupan terbaik di akhirat? Biasanya orang akan memilih yang pertama, sebab, wajah surga terlalu bias daripada koin di genggaman tangan.
Hal ini bukan mustahil. Dari hari ke hari kita bisa melihat orang-orang berlomba meninggikan gedung dan memperindah dinding bangunan agar mendapat pujian dari sesama. Padahal pujian seperti itu tidak berharga dan tidak bisa menolongnya sedikit pun untuk kehidupannya kelak di akhirat. Kebanyakan acuh terhadap bangunan yang ada dalam jiwa mereka sendiri.
Kalau boleh kita jujur, biasanya penilaian seseorang terhadap sesama yang masih hidup tidak sepenuhnya benar. Benar dalam arti apa yang diucapkan di lidah tidak sejalan dengan gerak hati. Namun sebaliknya, misal, ketika Anda memuji seseorang yang sudah meninggal, biasanya potensi Anda berkata jujur lebih besar. Hal ini tidak bisa dirumuskan atau direncanakan. Semua telah berjalan secara alami.
Namun, apakah Anda sudah tahu, kalau kesaksian orang yang masih hidup terhadap jenazah memiliki dampak yang besar? Mungkin sebagian orang sudah tahu. Tapi tidak menjamin sebagian lagi mengetahui. Untuk lebih lengkapnya, silakan Anda menyimak hadits berikut ini.
Rasulullah SAW bersabda: “Tiadalah empat orang muslim yang bersaksi kalau seorang jenazah itu baik, maka Allah pun memasukkannya ke dalam surga.” Kami (sahabat) berkata: “Bagaimanakah seandainya hanya 3 orang saksi?” Nabi Saw menjawab: “Meskipun hanya tiga.” Kami (sahabat) kembali berkata: “Seandainya hanya dua?” Beliau menjawab kembali: “Walaupun hanya dua.” Kemudian kami tak lagi bertanya seandainya hanya satu saksi. (HR. Imam Bukhari).
Hadits di atas membuktikan betapa dahsyatnya dampak dari hasil pekerjaan manusia di bumi. Bukan hanya amalan yang bisa membuatnya bisa memasuki jannah-Nya. Seluruh perbuatannya semasa hidup akan disaksikan oleh orang-orang di sekelilingnya. Dan kesaksian mereka akan menentukan apakah jenazah tersebut layak menggapai surga atau justru tercebur ke dalam lautan api neraka.
Sekali lagi, ini tidak bisa dirumuskan maupun dibuat-buat. Semua telah berjalan secara alami, jika kesaksian orang terhadap manusia yang telah meninggal biasanya mengandung lebih banyak nilai kejujuran daripada hal-hal yang bersifat intimidasi, intervensi, maupun hal-hal bersifat menjatuhkan. Mau menjatuhkan apa, sementara orang tersebut lebih dari jatuh, melainkan terkubur di dalam bumi?
Mungkin Anda akan bertanya satu hal terkait hadits di atas. Mengapa para sahabat tidak bertanya seandainya orang yang bersaksi hanya berjumlah satu? Jawaban yang paling sederhana tentu saja karena manusia adalah makhluk sosial. Tidak mungkin ia hidup hanya ditemani oleh satu orang. Kalaupun ada, tentu kesaksiannya tidak bisa dijadikan pegangan. Dalam pernikahan pun, saksi yang hadir minimal dua orang agar pernikahan bisa dianggap sah dalam agama.
Bahkan perihal menuntut ilmu, Anda pun tidak bisa langsung membuat fatwa begitu saja kalau hanya berguru pada satu ustadz. Perlu lebih dari satu guru agar ilmu yang Anda dalami memiliki referensi yang terjamin dan bisa meyakinkan banyak orang. Begitu pun perihal kesaksian orang yang masih hidup terhadap jenazah.
Namun, ada hal yang patut Anda hindari ketika memberikan kesaksian terhadap jenazah. Semua yang Anda sampaikan sebaiknya murni berdasarkan nurani Anda. Bukan dibuat-buat, sebab nanti jatuhnya pada kesaksian palsu. Dampak dari kesaksian palsu ini berat. Apakah ada hadits yang mendasarinya? Ada.
Dari Anas radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah SAW pernah suatu kali ditanya perihal dosa-dosa besar.” Kemudian Rasulullah SAW menjawab: “Mempersekutukan Allah Swt, membunuh jiwa, dan kesaksian palsu.”
Kesaksian palsu bahkan melebihi dosanya orang yang berzina. Na’udzubillah. Oleh karena itu, Anda hati-hati dalam memberikan kesaksian terhadap orang yang sudah tiada. Sebab, hal itu bisa berdampak untuk Anda, maupun untuk ia yang telah tiada. Tanamlah dan sebarlah benih-benih kebaikan sebanyak mungkin di hamparan bumi yang kering dan hitam ini, agar kita bisa menuai kebaikan pula setelah meninggalkan bumi yang semakin tua ini.
Wallahu a’lam bish-shawab
Iqro
Hukum Memelihara Jenggot dalam Islam, Sunnah atau Wajib?
Beberapa ulama memiliki perbedaan pendapat terkait hukum memelihara jenggot. Ada yang melabeli hukum wajib, ada yang makruh, dan ada yang sunnah. Namun tiada satu pun yang melabeli dengan hukum haram.

Lampung dot co – Iqro | Sebelum membahas hukum memelihara jenggot dalam islam, perlu diketahui bahwa jenggot adalah rumpun rambut yang terletak tepat di bawah dagu. Biasanya kemunculan jenggot ini ditandai ketika seseorang mulai tumbuh remaja-dewasa.
Tentu saja jenggot dengan brewok memiliki perbedaan yang mencolok yang tidak bisa disandarkan dalam hukum yang sama. Brewok bisa meliputi perpanjangan athi-athi, jenggot, dan juga penghubung antara jenggot dengan kumis. Sedangkan jenggot hanya ada di satu daerah.
Hukum Memelihara Jenggot dalam Islam
Beberapa ulama memiliki perbedaan pendapat terkait hukum memelihara jenggot. Ada yang melabeli hukum wajib, ada yang makruh, dan ada yang sunnah. Namun tiada satu pun yang melabeli dengan hukum haram.
Dan pendapat terkuat mengenai cukur jenggot telah diimani oleh Imam Al-Ghazali, Syaikhul Islam, dan Ibnu Hajar dalam At-Tuhfah Ar-Ramly, Al-Khatib, bahwa hukumnya makruh. Meninggalkannya mendapat pahala, sementara ketika melakukannya tiada berdosa.
Adapun pendapat memelihara jenggot yang kerapkali mendatangkan polemik berasal dari Syekh Ali Jum’ah. Beliau adalah mufti dari Mesir. Beliau memiliki pedoman tersendiri terkait memelihara jenggot dan berkiblat pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi:
“Ubahlah uban. Jangan engkau samakan diri dengan orang-orang Yahudi.”
Beliau menganggap hukum mengubah uban itu wajib, sebab menyamakan diri dengan kaum Yahudi akan menyebabkan penyerupaan yang tentu tidak dianjurkan dalam agama Islam. Dalam hadits tersebut terdapat penekanan alias perintah.
Namun, karena kehadiran uban sebagaimana adanya dianggap lumrah, mengubahnya hanya jadi anjuran, tidak lagi bersifat wajib sebagaimana mestinya. Hal itu beliau samakan dengan hukum memelihara jenggot.
Awalnya, pada masa Salaf, seluruh penduduk bumi, entah kafir maupun muslim semua memanjangkan jenggot. Semuanya memanjangkan jenggot tanpa memandang status maupun agama, tanpa terkecuali. Oleh sebab itu, banyak para ulama yang berpendapat bahwa memelihara jenggot hukumnya sunnah, dan mencukurnya tiada berdosa.
Namun, tradisi pun berubah. Sekarang lebih banyak orang yang mencukur jenggot daripada memeliharanya. Bahkan banyak iklan alat cukur jenggot bertebaran di media televisi. Adalah tepat, ketika kita mengikuti amalan dari madzhab Syafi’i karena perubahan kebiasaan secara global. Hukum mencukur jenggot menjadi makruh, sementara hukum memelihara jenggot tetap sunnah.
Melihat perubahan hukum tersebut bisa kita tengarai bahwa hukum memelihara maupun mencukur jenggot bisa berubah seiring perubahan secara global. Tentu saja tiada yang bisa memaksakan perubahan itu terjadi. Misalkan nanti, atau suatu saat nanti tiba-tiba semua orang di seluruh dunia kembali lagi memanjangkan jenggot, kemungkinan berubahkan hukum tentang jenggot bisa terjadi.
Keutamaan Memelihara Jenggot
Namun, di antara hal itu, tentu memelihara jenggot memiliki keutamaan tersendiri. Tidak hanya untuk gaya-gayaan ikut artis, atlet olahraga, dan semacamnya. Keutamaan ini bisa langsung Anda rasakan sendiri. Apa saja? Silakan simak berikut ini.
Bisa Menambah Kewibaan
Coba lihat perbedaan antara orang yang memelihara jenggot dengan orang yang mencukur jenggot sampai habis. Ketika Anda memelihara jenggot, kewibaan Anda akan bertambah, ataupun akan muncul kalau sebelumnya belum terlihat. Tumbuhnya jenggot menandai kalau Anda telah tumbuh menjadi pribadi yang dewasa. Dengan merawatnya, berarti Anda tengah belajar bagaimana tampil sebagai pria dewasa.
Mendapatkan Pahala
Al-Qadhi ‘Iyadh berkata: “Makruh hukumnyan mencukur, memotong dan membakar jenggot.”Al-Qhadi ‘Iyadh berasal dari madzhab Maliki. Siapakah Imam Maliki? Beliau adalah Imam besar bahkan sekaligus sebagai guru dari Imam Syafi’i dan pendapat tersebut pun diimani beliau. Ketika Anda memutuskan untuk tidak mencukur, memotong, maupun membakar jenggot, secara otomatis Anda mendapat pahala yang merupakan tiket utama menuju surga yang penuh berkah.
Terhindar dari Tasyabbuh
Tasyabbuh, secara umum memiliki makna menyerupai. Namun dalam konteks islami, tasyabbuh berarti sikap seorang muslim yang menyerupai orang non-muslim atau kafir. Apa dampaknya jika Anda berbuat hal demikian dan bukan lagi golongan dari umat Islam? Tentu bisa ditebak dampaknya. Adapun hadits yang berkenaan dengan tasyabbuh bisa Anda simak uraiannya berikut ini.
“Aku diutus ke hadapan waktu dengan membawa serta pedang, sehingga hanya Allah yang disembah, tiada sekutu bagi-Nya, dan rizki saya telah diletakkan di bawah bayang tombak ini. Kehinaan maupun kenistaan akan menimpa siapa pun yang menyelisihi perintah saya; barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia masuk golongan kaum tersebut.” (HR. Imam Ahmad)
Penutup
Sebenarnya tidak sulit memelihara jenggot di zaman sekarang. Apalagi ketika hampir seluruh orang kini menggenggam internet. Anjuran semacam itu mudah sekali ditemukan dan banyak motivasi di dalamnya. Tinggal Anda mau atau tidak. Mungkin ini adalah hal kecil bagi Anda. Namun, berapa kali kita melihat kalau kebanyakan hal besar tercipta karena terkumpulnya hal-hal kecil secara terus-menerus?
Wallahu a’lam bish-shawab
Iqro
Hukum Isbal Menurut Pandangan Ahlussunnah wal Jama’ah
Pro dan kontra terkait hukum isbal bermula dari hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Kain yang berada di bawah mata kaki itu berada di neraka.” (HR. Bukhari no. 5787).

Lampung dot co – Iqro | Sebelum membahas hukum isbal, penting diketahui bahwa secara umum, isbal memiliki arti memanjangkan kain sampai menutupi mata kaki. Tradisi memanjangkan kain jubah itu rupanya sudah ada pada zaman raja-raja Romawi dan Persia di masa silam.
Mereka menggunakan jubah panjang untuk menunjukkan kekuasaan, keangkuhan, serta kesombongan mereka. Biasanya jubah panjang itu turut dibawa dan diiringi oleh para pengawal serta dayang-dayangnya.
Dari Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda; “Kain yang berada di bawah mata kaki itu berada di neraka.” (HR. Bukhari no. 5787).
Bermulai dari hadits tersebut, kemudian muncul berbagai pandangan dari para ulama. Siapa yang tidak takut dengan siksaan neraka? Sepertinya tidak ada yang ingin masuk neraka. Oleh karena itu, Anda perlu menyimak uraian beliau-beliau sebelum memutuskan untuk memanjangkan kain agar tampak keren dan bisa bergaya-gaya di depan banyak orang.
Hukum Isbal Menurut Imam Syafi’i
Madzhab Imam Syafi’i merupakan madzhab yang paling banyak diikuti di Indonesia. Terkait isbal, beliau sependapat dengan dalil yang dibawa oleh Imam An-Nawawi, “Makna isbal ialah memanjangkan kain di bawah kedua mata kaki, hanya bagi orang yang sombong. Jika pada orang yang tidak sombong, maka hukumnya makruh.”
Hukum Isbal Menurut Imam Bukhari
Dalam bab khusus di kitab Shahih Al-Bukhari terkait cara berpakaian sesuai As-sunnah hampir sama dengan pemaknaan isbal oleh Imam Syafi’i. Beliau membedakan antara orang yang memanjangkan kain dengan sifat sombong dan tanpa sifat sombong. Beliau hanya mencela orang yang memanjangkan kain dengan hati dan lagak yang sombong.
Salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari terkait isbal, yakni;
“Siapa yang memanjangkan kainnya sebab sombong, Allah tidak akan memandangnya pada hari kiamat. Kemudian Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya salah satu bagian kain saya terjulur, namun saya tidak berniat sombong.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam pun merespons, “Engkau tiada termasuk golongan orang yang melakukannya sebab sifat sombong.”
Pandangan Syekh DR. Yusuf Al-Qaradhawi
Salah satu metode untuk memahami hadits tentang isbal adalah dengan menggabungkan beberapa hadits yang masuk dalam satu tema. Hal itu akan memudahkan dalam memutuskan apakah hukum isbal memiliki standar wajib, makruh, mubah, sunnah, dan lainnya.
Beberapa pemuda yang masih merah darahnya amat bersemangat mengingkari orang lain yang isbal. Bahkan mereka secara berlebihan bersikap tidak sepantasnya sampai ada yang keluar dari pedoman Islam ketika bertikai dalam hal isbal itu.
Celaan demi celaan berdatangan, dan itu tentu bukan perkara yang remeh. Kebanyakan dari mereka hanya mengambil sebuah hadits secara sembarangan, tanpa melihat keterkaitan hadits-hadits lain dengan tema yang sama.
Manfaat Meninggalkan Isbal
Adapun meninggalkan isbal tentu memiliki manfaat tersendiri. Tentu hal ini bisa dikatakan manfaat yang jelas-jelas terlihat, tanpa perlakuan intimidasi atau apa. Hanya bersifat kerelaan karena bisa berdampak lebih baik pada diri seseorang. Apa saja manfaat dari meninggalkan isbal bagi Anda?
Mencegah dari Debu
Biasanya hal ini terjadi ketika musim kemarau. Ketika tanah-tanah mengering. Debu beterbangan. Bahkan ketika kaki menginjak tanah, kotoran dari debu langsung mengepul. Dan biasanya, debu-debu tersebut banyak terdapat di permukaan tanah alias tepat di bawah sandal. Dengan meninggalkan isbal, Anda jadi lebih mudah menghindari menempelnya debu pada kain Anda. Siapa yan tahu debu-debu itu bisa jadi berasal dari kotoran ayam atau sejenisnya.
Terhindar dari Air Kotor
Air kotor di musim hujan sering terciprat ke bagian mata kaki dan seputarannya yang biasanya membuat bagian kain panjang Anda kotor. Tentu bukan kabar bagus ketika Anda ingin pergi beribadah ke masjid. Apalagi kalau Anda bukan termasuk orang yang rajin menggulung pakaian. Dengan meninggalkan isbal, kemungkinan-kemungkinan seperti ini bisa diminimalisir.
Mengikuti As-sunnah
Meninggalkan isbal merupakan teladan yang secara langsung dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam pada umat beliau. Beliau dikenal berpenampilan rapi dan tidak klombroh-klombroh. Kebersihan selalu dijaga beliau. Dan barang siapa yang mengikuti solah-tingkah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam, tentu ia sudah bisa dikatakan mengikuti As-sunnah, sebab Rasulullah adalah sunnah itu sendiri.
Penutup
Setelah mengetahui riwayat serta hukum isbal dan juga tiga manfaatnya, apakah Anda sekarang sudah memahami bagaimana menyikapi perbedaan terkait meninggalkan isbal? Sampai kapan pun, yang namanya pertentangan akan berdampak buruk dan serius, andai tidak dibarengi dengan sikap santun dan tenang. Kelengkapan data tentang hadits-hadits terkait menjadi pegangan penting untuk Anda ketika menjawab beberapa pertanyaan orang lain terkait isbal.
Wallahu a’lam bish-shawab
-
Berita7 jam ago
Prakiraan Cuaca Lampung Hari Ini
-
Berita6 jam ago
Harga Emas Hari Ini, Lengkap 0,5 Gram hingga 1 Kg
-
Berita9 jam ago
Jadwal Sholat di Bandar Lampung Hari Ini
-
Berita6 jam ago
Harga Pertalite di Lampung Hari Ini
-
Berita7 jam ago
Harga Solar di Lampung Hari Ini
-
Finance2 hari ago
Tips Mempersiapkan Nonton Konser agar Hemat Biaya
-
Berita2 hari ago
Benjo Teamlo Meninggal Dunia, Ini Asal-usul Nama Benjo dan Kisah Suksesnya TeamLo
-
Penyakit2 hari ago
Hipotensi: Penyebab, Pencegahan dan Cara Mengobati