fbpx
Connect with us

Iqro

Pengertian, Macam-macam dan Contoh Hadits Dhaif yang Boleh Diamalkan

Adapun amalan dengan hadits dhaif tentu tidak tertutup begitu saja. Namun semuanya perlu pertimbangan yang berarti. Tidak boleh sembarangan dalam mengamalkannya.

Published

on

Hadits Dhaif
Ilustrasi Hadits Dhaif | Foto: Ist.

Lampung dot co – Iqro | Secara bahasa, dhaif artinya lemah. Jadi, hadits dhaif merupakan hadits yang lemah disebabkan karena riwayat sanadnya tidak sambung-menyambung maupun terdapat cacat pada perawinya. Jenis hadits ini sebenarnya sudah berulang-ulang kali diserukan, tetapi kiai maupun dai mempergunakan terus-menerus.

Hal itu tentu baik adanya, tetapi dengan syarat: tidak boleh mengesampingkan, bahkan meniadakan keberadaan hadits shahih maupun hasan. Sebab, dua hadits ini jauh lebih baik diamalkan daripada yang hadits dhaif.

Sebagai perumpamaan, apakah Anda lebih suka tinggal di dalam rumah yang dinding-dindingnya sudah keropos? Lantainya rusak? Atap-atapnya sudah rapuh dan Anda tidak bisa menjamin esok hari bakal roboh atau tidak. Saat itu, bukan hanya Anda yang terkena dampaknya. Dengan mempertahankan rumah Anda dalam keadaan begitu, berarti Anda membiarkan anak dan istri Anda turut terancam keselamatannya.

Akan lebih baik ketika Anda tinggal di rumah yang tiang-tiangnya kokoh, atap dan dinding dijamin kuat dan tidak bocor, juga peralatan sekaligus perlengkapan rumah tangga tersedia lengkap tanpa kurang suatu apa pun. Dalam kondisi seperti ini, Anda dan keluarga tidak hanya dijamin keamanannya saat itu, tetapi juga dampak keamanan dan kenyamanannya bisa berlangsung dalam waktu yang lama.

Macam-macam Hadits Dhaif

Adapun hadits bisa dikatakan dhaif, paling banyak adalah karena terdapat cacat pada perawinya. Hal itu bisa menyebabkan banyak hal yang tentu tidak enak didengar maupun diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Apa saja?

Hadits Maudhu’

Hadits maudhu’ merupakan hadits yang dibuat seseorang dan tidak punya dasar sama sekali sehingga bisa menimbulkan kontroversial. Hadits ini tentu tidak bisa dijadikan pedoman sehari-hari. Sebab utamanya adalah karena dulunya berasal dari mulut pendusta yang kemudian dinisbatkan pada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam demi kepentingan tertentu. Salah satu pendusta yang terkenal adalah Ziyad ibnu Maimun.

Hadits Matruk

Kalau hadits maudhu’ merupakan hadits dari seorang pendusta, maka hadits matruk berasal dari seseorang yang disangka suka berdusta. Dianggap sebagai pendusta, tentu tidak akan jadi bagian dari sejarah karena hal itu hanya akan menambah keragu-raguan, terutama untuk kita yang hidup jauh dari mereka. Salah satu perawi yang masuk golongan ini adalah Juwaibir ibnu Sa’id.

Hadits Munkar

Hadits munkar berasal dari seorang perawi yang dhaif atau menyalahi orang kepercayaan. Tidak hanya pada sebatas sanad (sandaran), tetapi juga pada matan (kekokohan dan kedudukan).

Hadits Mubham

Hadits ini tidak layak diikui sebab tidak menyebutkan nama orang dalam sanad-nya, entah itu laki-laki ataupun perempuan. Orang yang tidak jelas asal-usulnya saja sulit diterima masyarakat, apalagi masuk, tentu lebih tidak bisa.

Contoh Hadits Dhaif yang Boleh Diamalkan

Adapun amalan dengan hadits dhaif tentu tidak tertutup begitu saja. Namun semuanya perlu pertimbangan yang berarti. Tidak boleh sembarangan dalam mengamalkannya. Memangnya apa saja ketentuan agar boleh mengamalkan hadits dhaif? Menurut Imam As-Suyuti ada 5 poin penting.

Tidak Menyangkut Aqidah

Misal persifatan pada Allah Subhanau Wata’ala. Sebab, apabila hadits lemah dijadikan sandaran untuk memvonis seseorang bersalah atau tidak hanya karena membahas sifat-sifat Allah, bukan hanya pendapatnya yang jadi lemah, tetapi juga kualitasnya. Dan apabila pendapat itu dituruti, tentu akan merugikan banyak orang, terutama soal keterjaganya kualitas iman.

Bukan Hukum Halal dan Haram

Lemahnya hadits untuk menentukan makanan ini haram dan makanan itu halal tidak bisa dijadikan patokan. Sebab, makanan yang telah memasuki mulut dan perut, dampaknya juga akan mempengaruhi seluruh tubuh. Jika tubuh sudah terpengaruh, keadaan jiwa seseorang pun akan terpengaruh. Tentu ini bukan kabar baik, sementara yang kita inginkan hanyalah hidup secara berkualitas.

Tidak Terlalu Lemah

Lemah saja tidak dianjurkan, apalagi terlalu lemah. Hal seperti ini terjadi karena perawinya dituduh dusta, pendusta, dan terlalu banyak kekeliruan dalam periwayatan hadits. Hadits yang terlalu lemah seperti ini sangat kompleks dan lebih dari 90% untuk tidak diikuti karena berpotensi bisa menyesatkan pengamalnya.

Bernaung di Bawah Hadits Shahih

Hadits shahih adalah hadits yang sudah dijamin kebenarannya juga kadar manfaatnya. Tentu hadits ini yang paling diutamakan daripada hadits yang lain. Tetapi, kalau Anda ingin juga mengamalkan hadits dhaif, tentu alangkah baiknya pilih hadits yang bernaung di bawah hadits shahih agar terhindar dari kemungkinan buruk.

Tidak dalam Bentuk Kehati-hatian

Pedoman itu bersifat mutlak. Ragu sedikit saja, kualitas imannya dipertanyakan. Maka dari itu, apabila ada sebuah hadits yang bertujuan untuk berhati-hati terhadap sesuatu, lebih baik dikesampingkan. Jauh lebih baik mengamalkan hadits yang membuat keyakinan kita terhadap Allah dan Rasulullah meningkat tajam. Tapi apabila Anda menemukan hadits dhaif dengan kriteria di atas tidak mengapa.

Salah satu hadits dhaif yang terkenal beredar di masyarakat antara lain; “Beramallah engkau untuk dunia seakan hidup selamanya dan beramallah untuk akhirat seakan esok engkau mati.” Ini bukan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam. Hadits ini dicap dhaif karena perawinya terputus antara rawi dari sahabat dengan Abdullah bin Amr.

Penutup

Jauhnya keberadaan kita dengan kehidupan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam membuat banyak orang taklid buta pada hadits yang sebenarnya dhaif. Namun hal itu tentu semuanya begitu. Sebab, keabsahan hadits dari shahih hingga dhaif akan selalu terang-benderang selama banyak yang merawatnya.

Wallahu a’lam bish-shawab

Rodi Ediyansyah merupakan salah satu editor media online Lampung.co yang bertugas mencari, menyunting dan menerbitkan naskah berita atau artikel dari penulis. Kontak rhodoy@lampung.co

Doa

Lima Versi Bacaan Doa Iftitah: Arab, Latin dan Artinya

Doa Iftitah memiliki beberapa versi, namun hal itu tidak mengubah makna dasar doa tersebut yakni menumbuhkan kesadaran akan kebesaran dan keagungan Tuhan.

Published

on

Sholat Subuh
Ilustrasi Sholat | Foto: Ist.

Lampung dot co – Iqro | Doa Iftitah adalah salah satu doa penting dalam ibadah shalat dalam agama Islam. Doa ini merupakan ibadah sunnah yang diamalkan dalam sholat setelah takbiratul ihram dan sebelum membaca ta’awudz dalam setiap sholat fardhu ataupun sholat sunnah kecuali sholat jenazah dan Idul Fitri, atau Idul Adha.

Doa Iftitah memiliki beberapa versi, namun hal itu tidak mengubah makna dasar doa tersebut yakni menumbuhkan kesadaran akan kebesaran dan keagungan Tuhan.

Doa Iftitah Versi 1

Arab

اَللهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ لِلّهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَاَصِيْلًا. اِنِّى وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَالسَّمَاوَاتِ وَالْاَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا اَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ. اِنَّ صَلَاتِيْ وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلّهِ رَبِّ الْعَا لَمِيْنَ. لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ اُمِرْتُ وَاَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ

Latin

“Allaahu akbar kabiraa walhamdulillaahi katsiiraa, wa subhaanallaahi bukratan wa’ashiilaa. Innii wajjahtu wajhiya lilladzii fatharas samaawaati wal ardha haniifan musliman wa maa anaa minal musyrikiin. Inna shalaatii wa nusukii wa mahyaaya wa mamaatii lillaahi rabbil ‘aalamiin. Laa syariikalahu wa bidzaalika umirtu wa ana minal muslimiin.”

Artinya

“Allah Maha Besar dengan sebesar-besarnya, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak. Maha Suci Allah pada waktu pagi dan petang. Sesungguhnya aku hadapkan wajahku kepada Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dengan segenap kepatuhan atau dalam keadaan tunduk, dan aku bukanlah dari golongan orang-orang yang menyekutukan-Nya. Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan Semesta Alam, yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Dengan yang demikian itulah aku diperintahkan. Dan aku adalah termasuk orang-orang muslim.”

Doa Iftitah Pendek Versi 2

Terdapat juga doa iftitah pendek. Berdasarkan hadist riwayat Abu Daud, Rasulullah pernah mengamalkan doa iftitah ini.

Arab

اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلاً أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ مِنْ نَفْخِهِ وَنَفْثِهِ وَهَمْزِهِ

Latin

“Allahu akbar kabiiro, allahu akbar kabiiro, allahu akbar kabiiro, walhamdulillahi katsiiro, walhamdulillahi katsiiro, walhamdulillahi katsiiro, wa subhanallahi bukrotaw washilaa, wa subhanallahi bukrotaw washilaa, wa subhanallahi bukrotaw washilla a’udzu billahi minasy syaithooni min nafkhihi, wa naftshihi, wa hamzih.”

Artinya

Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar. Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak. Maha Suci Allah di waktu pagi dan sore. Maha Suci Allah di waktu pagi dan sore. Maha Suci Allah di waktu pagi dan sore. Aku berlindung kepada Allah dari tiupan, bisikan, dan godaan setan.

Versi 3

Rasulullah SAW juga membaca doa iftitah pendek lainnya seperti hadist riwayat Bukhari, dan Muslim.

Arab

اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ

Latin

“Allahumma baa’id bainii wa baina khathaayaaya kamaa baa’adta bainal masyriqi wal maghrib. Allahumma naqqinii minal khathaayaa kamaa yunaqqatsawbul abyadlu minaddanasi. Allahummaghsil khathaayaaya bil maai watstsalji walbaradi.”

Artinya

Ya Allah, jauhkan lah antara aku dan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkan lah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana baju putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cuci lah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, salju dan embun.

Versi 4

Doa iftitah ini dibaca ketika Rasulullah SAW melakukan sholat malam. Hal tersebut berdasarkan hadist riwayat Muslim.

Arab

اللَّهُمَّ رَبَّ جِبْرَائِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ فَاطِرَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ اِهْدِنِى لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ إِنَّكَ تَهْدِى مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

Latin

“Allahumma robba jibroo-iila wa mii-ka-iila wa isroofiila, faathiros samaawati wal ardhi ‘aliimal ghoibi wasy syahaadah anta tahkumu bayna ibaadika fiimaa kaanuu fiihi yakhtalifuun, ihdinii limakhtulifa fiihi minal haqqi bi-idznik, innaka tahdi man tasyaa-u ilaa shirootim mustaqiim.”

Artinya

Ya Allah, Rabbnya Jibril, Mikail dan Israfil. Wahai Pencipta langit dan bumi. Wahai Rabb yang mengetahui yang ghaib dan nyata. Engkau yang menjatuhkan hukum untuk memutuskan apa yang mereka pertentangkan. Tunjukkan lah aku pada kebenaran apa yang dipertentangkan dengan seizin dari-Mu. Sesungguhnya Engkau menunjukkan pada jalan yang lurus bagi orang yang Engkau kehendaki.

Versi 5

Arab

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلاَ إِلَهَ غَيْرُكَ

Latin

“Subhaanakallahumma wa bi hamdika wa tabaarakasmuka wa ta’aalaa jadduka wa laa ilaaha ghairuk.”

Artinya

Maha suci Engkau ya Allah, aku memuji-Mu, Maha berkah Nama-Mu. Maha tinggi kekayaan dan kebesaran-Mu, tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau.

Makna Doa Iftitah

Makna doa Iftitah mencerminkan kesadaran akan kebesaran dan keagungan Tuhan. Doa ini mengajarkan untuk membuka setiap ibadah sholat dengan penuh kesadaran akan kehadiran Allah serta keinginan untuk memperoleh rahmat-Nya. Doa Iftitah menjadi sarana untuk mengokohkan komitmen kita dalam mendekatkan diri kepada-Nya, membuka hati untuk menerima petunjuk-Nya, dan merasakan kehadiran-Nya dalam setiap langkah kehidupan.

Pentup

Doa Iftitah adalah wujud dari kepatuhan dan penghambaan kepada Sang Pencipta. Dengan membaca doa ini, umat Muslim diingatkan akan pentingnya menjalin hubungan yang erat dengan Allah dan merasakan kedekatan spiritual yang mendalam.

Wallahu a’lam bish-shawab

Continue Reading

Iqro

Hukum Membaca Al-Qur’an di Kuburan Menurut 4 Imam Mazhab

Pertanyaan berikutnya, apakah hukum membaca Al-qur’an di sisi kubur itu boleh dilakukan? Untuk menjawab pertanyaan ini, sebaiknya kita kembalikan lagi ke asalnya. Tentu saja kembali pada Al-qur’an dan Al-hadits.

Published

on

Hukum Membaca Al-Qur'an di Kuburan
Ilustrasi Membaca Al-Qur'an di Kuburan | Foto: Ist.

Lampung dot co – Iqro | Pemakaman bahagia ialah pemakaman yang sering dikunjungi. Orang yang sudah meninggal dunia, ia juga meninggalkan apa-apa yang ia miliki di dunia. Merasa kesepian, sendirian, tiada teman, tiada orang untuk diajak mengobrol. Yang tersisa di dunia hanyalah buah amal dan keluarga. Alangkah beruntung ketika seseorang yang meninggal dunia, ia masih memiliki keluarga yang rajin mengunjungi rumah barunya.

Alangkah tidak beruntung, ketika ia meninggal dunia, keluarga malah ribut soal harta warisan. Kondisi makam tak terawat dan daun-daun yang berguguran ke permukaan makamnya tiada yang membersihkan. Kondisi makam yang serupa ini tak terhitung lagi jumlahnya. Kehujanan pun tiada peduli. Seolah-olah ia tidak ada dan tidak pernah terlahir ke dunia.

Tentang Ziarah Kubur Musiman

Paling tidak, kita pernah atau kerap melihat kegiatan ziarah musiman. Apa itu ziarah musiman? Tak bukan dan tak lain adalah ziarah yang dilakukan setahun sekali, misalkan pada waktu menjelang masuk bulan Ramadhan. Kebiasaan ini belum luntur di beberapa daerah. Anak-ayah pergi ke kuburan. Mereka membaca Al-qur’an, bershalawat, dan juga membersihkan area sekitar.

Bukankah itu pemandangan yang indah? Meskipun hanya setahun sekali, penghuni kubur tentu akan senang karena beban azab mereka diringankan oleh keluarga sendiri. Mungkin mereka saat itu sedang dipalu, dicacah, disembelih, ditusuk, dirayapi ular ganas yang beracun, dan beragam siksaan yang tersedia. Namun, berkat doa dan bacaan Al-qur’an dari anak dan cucu, ia bisa bernapas lega karena untuk sementara siksaan itu terhenti.

Kalau saja ia bisa bicara, tentu yang diucapkan pertama kali adalah ungkapan terima kasih. Membaca Al-qu’an dan berdoa termasuk kegiatan yang ringan di lidah, tapi berat di niat. Siapa yang bisa melewati hal ini, tentu ia termasuk manusia-manusia pilihan. Sebab, lebih banyak orang yang bicara harta dan dunia daripada kematian dan akhirat. Sementara doa dan membaca Al-qur’an tidak bisa dikomersilkan.

Hukum Membaca Al-Qur’an di Kuburan

Pertanyaan berikutnya, apakah hukum membaca Al-qur’an di sisi kubur itu boleh dilakukan? Untuk menjawab pertanyaan ini, sebaiknya kita kembalikan lagi ke asalnya. Tentu saja kembali pada Al-qur’an dan Al-hadits. Sebab, dua warisan terindah dari Rasulullah Saw hanya dua pegangan itu.

Dari Abdullah ibnu Umar, ia berkata, “Saya mendengar Rasulullah bersabda: ‘Apabila salah seorang dari kalian meninggal dunia, maka janganlah kalian menahannya, segerakan ia ke kuburnya, bacakan di sisi kubur dengan Al-Fatihah dan di sisi kedua kakinya dengan akhir surat Al-Baqarah”. (HR. At-tabrani)

Seorang mayat yang jasadnya ditahan-tahan di rumah, hal itu akan menyulitkan proses penyatuan kembali ke tanah. Apabila mayat itu meninggal dunia akibat penyakit yang bisa menular, tentu akan berdampak buruk terhadap lingkungan. Lagi pula hal itu jelas berseberangan dengan perintah Rasulullah Swa. Kita diciptakan dari tanah, dan ketika meninggal, akan kembali pula ke tanah. Semakin cepat semakin baik.

Pendapat 4 Imam Mazhab

Imam Syafi’i dan para ulama lainnya yang ber-madzhab Syafi’i berpendapat bahwa membaca sebagaian dari Al-qur’an di sisi kubur itu sangat dianjurkan. Misal, seperti di hadits di atas: surat Al-Fatihah dan akhir surat Al-Baqarah. Namun, apabila ada di antara peziarah yang mampu mengkhatamkan Al-qur’an secara keseluruhan pada saat itu juga, maka hal itu lebih utama.

Para ahli fikih telah berpendapat tentang hukum membaca Al-qur’an di sisi kubur. Menurut madzhab Syafi’i dan Imam Muhammad bin Al-Hasan hukumnya dianjurkan, disebabkan sifat keberkahan yang dimiliki Al-qur’an itu sendiri. Menurut Imam Ahmad bin Hambal hukumnya boleh. Sementara menurut Imam Maliki dan Imam Hanafi hukumnya makruh.

Pendapat para ulama

Dari banyaknya pendapat ulama yang membolehkan bacaan Al-qur’an di sisi kubur menjadi sinyal bagus untuk kita agar bisa meringankan beban azab yang dipikul oleh para penghuni kubur, misal kakek kita. Tapi, lebih banyak mana, orang yang berziarah atau yang tidak peduli dengan kegiatan ziarah?

Wallahu a’lam bish-shawab

Continue Reading

Iqro

Menghadiahkan Bacaan Al Qur’an untuk Mayit, Apakah Pahalanya Sampai?

Dalam perkembangannya, terjadi gesekan yang cukup populer di tubuh umat Islam terkait sampai atau tidaknya pahala akibat membacakan Al-qur’an pada orang yang sudah meninggal dunia.

Published

on

Membaca Al Qur'an untuk Mayit
Ilustrasi Membaca Al Qur'an | Foto: Ist.

Lampung dot co – Iqro | Dalam masyarakat kita, mengirim bacaan Al-qur’an untuk orang yang sudah meninggal itu sudah lumrah adanya. Hal yang sering dilakukan antara lain mengirim surat Al-Fatihah yang dalam intro-nya dikhususkan untuk arwah si fulan dan si fulan. Utamanya adalah ketika datang malam Jum’at.

Namun, dalam perkembangannya, terjadi gesekan yang cukup populer di tubuh umat Islam terkait sampai atau tidaknya pahala akibat membacakan Al-qur’an pada orang yang sudah meninggal dunia.

Apakah pahala dari membacakan ayat-ayat Al-qur’an untuk si arwah atau mayit itu benar-benar sampai dengan niatan dikhususkan? Atau apakah pahala itu tetap hanya untuk pembacanya saja? Ikhtilaf pada poin ini sebaiknya dikembalikan pada yang lebih tahu.

Kita tidak bisa memutuskan sesuatu begitu saja berdasarkan penafsiran sendiri. Apa pendapat para ‘alim-ulama terkait hal ini? Simak uraian di bawah ini. Semoga bisa menjadi rujukan yang baik untuk Anda.

Pendapat Imam Ibnu Taimiyah

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa dengan membacakan Al’quran untuk orang yang sudah meninggal dunia pahalanya akan tetap sampai. Hal ini menjadi sejalan dengan doa, istighfar, dan shalat jenazah yang dilakukan seseorang terhadap orang lain (yang sudah meninggal).

Beliau memiliki cenderung terhadap hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim berikut. Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa yang meninggal dunia, sedangkan ia masih memiliki kewajiban berpuasa, maka walinya melaksanakan puasa untuknya.”

Hadits tersebut diragukan oleh ayat Al-qur’an dalam surat An-Najm ayat 39: “Dan bahwasanya manusia tiada memperoleh selain dari apa yang telah diusahakannya.” Memang benar bahwa setiap usaha manusia hanya mendapat pahala dari apa yang diusahakannya.

Namun, dalam kacamata lain, kita sudah sering melihat doa seseorang untuk orang lain yang telah meninggal. Apakah yang menerima manfaat hanya si pelantun? Bahkan hal ini juga semakin diteguhkan dalam ayat Al-qur’an.

“Dan orang-orang yang datang setelah mereka (kaum Muhajirin dan kaum Anshar) pun berdoa: ‘Ya Allah, berilah ampun pada kami dan saudara-saudara kami yang lebih dahulu beriman dari kami, dan janganlah Kau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang yang beriman; Ya Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang’.” (QS. Al Hasyr: 10)

Menurut Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah

Terkait hal ini, ulama besar, Imam Ibu Qayyim Al-Jauziyah memiliki pendapat yang sama dengan Imam Ibnu Taimiyah. Beliau berpendapat bahwa membacakan Al-qur’an untuk orang yang sudah meninggal dunia dengan sukarela, maka pahalanya akan sampai sebagaimana pahala puasa dan haji yang ditunaikan untuk menetapi nazar dan hutang si mayat.

Pemikiran Syakh Ibnu Utsaimin

Beliau berpendapat, ada yang lebih afdal daripada membacakan Al-qur’an untuk orang yang sudah meninggal. Apa itu? Dengan doa. Semua ulama tiada ikhtilaf soal ini. Sebab, telah terangkum dengan jelas dalam hadits berikut.

Rasulullah SAW bersabda: “Ya Allah, ampunilah orang-orang yang masih hidup dan orang-orang yang sudah meninggal dunia di antara kami.” (HR. At-Tirmidzi).

Kesimpulan

Berdasarkan tiga pendapat di atas, membacakan Al-qur’an untuk si mayat tetap akan bermanfaat terhadapnya. Namun dengan dasar sukarela tanpa upah sama sekali. Dengan kata lain, pembacaan Al-qur’an itu tidak ada unsur bayar-membayar atau sewa-menyewa jasa orang pintar agar membacakan Al-qur’an untuk si arwah.

Hal ini sudah termasuk dalam menjual agama demi dunia. Dan ini bukan perkara baik untuk diteladani, meskipun sudah lumrah adanya. Namun, hal tersebut pun juga bisa menjadi ikhtilaf di antara kalangan masyarakat.

Sebab, masih ada orang yang sampai sekarang belum bisa membaca Al-qur’an, sementara ia ingin menghadiahkan pahala dari ayat Al-qur’an untuk orang yang sudah meninggal seperti kemauannya.

Dalam problematika ini, sangat dianjurkan untuk bertolak pada pendapat Syaikh Ibnu Utsaimin, yakni berdoa lebih baik. Adakah manusia di bumi ini yang tidak bisa memanjatkan doa pada Allah Swt? Rasanya tidak ada.

Penutup

Demikian uraian singkat mengenai tiga pendapat para ulama yang menyoal sampai-tidaknya pahala membacakan ayat-ayat Al-qur’an untuk orang yang telah meninggal. Namun lebih jauh disampaikan, bahwa perselisihan antar umat Islam akan selalu ada hingga hari Kiamat.

Manakah yang lebih baik, apakah perbedaan pendapat dengan cara menonjolkan urat, ataukah dengan cara-cara santun sebagaimana teladan Rasulullah Saw? Tentu saja pilihan kedua lebih baik.

Wallahu a’lam bish-shawab

Continue Reading

Banyak Dibaca