fbpx
Connect with us

Ekonomi

Perusahaan Transportasi Online Sukses Kangkangi Pemerintah

Published

on

Transportasi Online

Lampung.co – Jejaring Aktivis Pro Demokrasi (ProDEM) mengecam berbagai kebijakan transportasi Indonesia yang kerap menimbulkan kegaduhan dan merugikan rakyat kecil. Secara khusus, ProDEM menyoroti layanan berbagi kendaraan (ride sharing) berbasis teknologi aplikasi yang tidak patuh terhadap aturan-aturan dari Pemerintah Republik Indonesia, menabrak Undang-undang, tidak menggunakan program wajib negara, penuh tipu muslihat dan cenderung eksploitatif.

“Layanan ride sharing mengacak-acak peraturan melalui tawaran program yang dimainkan masing-masing korporasi atau biasa disebut aplikator. Mereka menjalankan praktek merkantilisme dan neoliberalisme, karena mengekploitasi kondisi ekonomi dan rakyat miskin Indonesia. Bencana menimpa banyak orang dengan sederet berbagai jenis kasus hukum yang timbul, khususnya dari aplikator Grab,” ujar Wasekjen Bidang Kebijakan Publik ProDEM, Dedi Hardianto melalui keterangan tertulis kepada media, Kamis (1/2/2018).

Dia mencatat, dari belasan perusahaan sejenis terdapat 3 perusahaan ride sharing yang bersaing ketat, seperti Grab, Uber dan Go-Jek, sementara sisanya layu sebelum berkembang, entah karena tidak memiliki konsep yang jelas atau hanya sekedar mencari sensasi semata.

Tiga kelompok yang tersisa ini memiliki bisnis di bidang transportasi roda dua dan roda empat, terkhusus Go-Jek merambah ke jasa pijat, layanan antar barang dan makanan, tiket bioskop dan tenaga kebersihan.

Para aplikator itu, kecam Dedi, membantah keras anggapan bahwa pola bisnisnya berada di sektor teknologi, perhubungan dan ketenagakerjaan. Tujuannya, mengejar keuntungan sebesar mungkin, lalu mengaburkan pakem utama bisnis ini dengan menghilangkan potensi-potensi aturan dan pajak yang seharusnya dibayarkan berdasarkan jenis bisnis yang ditawarkan.

“Kelompok aplikator ini sukses besar mengadu domba 3 kementerian yang membidangi transportasi atau perhubungan, teknologi dan ketenagakerjaan. Mengaku bergerak di bidang aplikasi, faktanya kelompok ini melibatkan sektor perhubungan melalui transportasi darat milik para pekerja yang bekerja tanpa gaji di perusahaan aplikator tersebut,” tegas tokoh gerakan buruh tersebut.

Dalam analisa ProDEM, normalnya para pekerja mendapatkan alat transportasi dari pemberi kerja, namun dengan pola picik perusahaan aplikator itu, para pekerja sukses dibohongi dan menggunakan kendaraan mereka sendiri. Kementerian Perhubungan sukses ditelanjangi.

Dengan sebutan mitra, kaum kelas pekerja dianggap sebagai pengusaha, padahal mereka bergabung dengan kelompok aplikasi ini karena membutuhkan pekerjaan dan penghasilan. Kelompok-kelompok pekerja ini diberikan brand seragam agar mudah dikenali dan dikontrol, akan tetapi, para pekerja ini secara tidak sadar justru telah kehilangan haknya sebagai tenaga kerja. Kementerian Tenaga Kerja ditelanjangi.

Kementerian Kominfo sebagai regulator bidang teknologi informasi juga sukses dibelah oleh kelompok aplikator tersebut. Kominfo yang seharusnya mengawasi, terbukti kehilangan peran dan 100% mengikuti pola main aplikator. Kemenkominfo sukses ditelanjangi, sama seperti Kemenhub dan Kemenakertrans.

“Aplikator sukses mendapatkan banyak investor hingga triliunan rupiah, tapi lalai memenuhi hak pengemudi. Misalnya, asuransi yang diterapkan dalam sistem aplikator hanya mengcover insiden saat pekerja aplikator membawa penumpang. Apabila terjadi insiden hingga hilangnya nyawa, maka diperlukan investigasi untuk mengeluarkan bantuan santunan yang besarannya pun tidak layak,” terang Dedi lagi.

Di situasi ini, imbuhnya, jutaan pekerja aplikator online tentu kehilangan haknya untuk menjadi peserta program kesehatan negara yakni BPJS Kesehatan, padahal BPJS Kesehatan mengcover pekerja dan keluarganya 24 jam. Aplikator lagi-lagi sukses menelanjangi banyak lembaga, termasuk BPJS Kesehatan.

ProDEM mendesak agar para perusahaan aplikator memenuhi hak para pengemudi pekerja atau yang akrab disapa mitra. Termasuk soal BPJS Ketenagakerjaan yang menjamin hari tua para pekerja, agar tak sampai hilang dan tak berfungsi.

“Pemerintah harus tegas, jangan seolah tak berdaya menangani situasi permainan aplikator tersebut. Banyak lembaga sukses ditelanjangi dan negara dikangkangi oleh perusahaan aplikator berwajah malaikat tapi berhati iblis ini. Presiden Jokowi harus turun tangan tak boleh membiarkan rakyat kian tereksploitasi begitu saja. Waspadalah!” pungkasnya. (Rls)

Tim Redaksi media online Lampung.co menerbitkan berita-berita khusus, termasuk berita advertorial. Hubungi tim redaksi melalui email redaksi@lampung.co atau WhatsApp 0811-790-1188

Berita

Pinjol Sulitkan Anak Muda untuk Mendapat KPR Subsidi, Ini Faktanya

“Menyedihkannya, hanya dengan menunggak Rp100 ribu, nasabah jadi tidak bisa ikut KPR. Itu kenyataan yang harus kita hadapi,” ujar Winang.

Published

on

Lokasi Rumah Strategis
Ilustrasi KPR Subsidi | Foto: Ist.

Lampung dot co – Berita Ekonomi | Selain denda keterlambatan dan penalti tambahan, gagal bayar Pinjol juga dapat berdampak pada catatan kredit peminjam. Pada akhirnya, kredit macet pada pinjaman online atau Pinjol dapat mempengaruhi kemampuan untuk mendapatkan pinjaman di masa depan.

Chief Economist Bank Tabungan Negara (BTN) Winang Budoyo mengatakan sekitar 30 persen pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi ditolak karena nasabah masih memiliki status kredit macet pada Pinjol.

“Paling tidak 30 persen aplikasi KPR subsidi terpaksa kami tolak karena nasabah memiliki tunggakan pinjol,” kata Winang, seperti dikutip laporan NERACA, Senin (27/11/2023).

Padahal, sambung Winang, jumlah tunggakan nasabah terkadang bukan nominal yang besar, misalnya hanya sebesar Rp100 ribu hingga Rp200 ribu. Meski begitu, bank tetap menolak pengajuan KPR nasabah.

“Menyedihkannya, hanya dengan menunggak Rp100 ribu, nasabah jadi tidak bisa ikut KPR. Itu kenyataan yang harus kita hadapi,” ujar Winang.

Sementara itu, laporan KOMPAS.com menyebut terjadi peningkatan 5,3 persen jumlah peminjam Pinjol yang tidak lancar dan macet di atas 30 hari pada kelompok usia 17 hingga 34 tahun ini. Faktanya, sekitar 50 persen pencari properti dari kelompok usia ini.

Berdasarkan data 99.co dan Rumah123.com yang dikutip dari CNBC Indonesia, pencari properti berumur 18-24 tahun berkontribusi sebesar 22,0 persen sementara pencari properti berumur 25-34 tahun berkontribusi sebesar 26,4 persen.

Lalu dikuatkan oleh data Lamudi sejak 2016 hingga Semester I 2021 yang diterbitkan KOMPAS.com dua tahun lalu menyebut pencari properti untuk kelompok usia 18-24 tahun sebesar 26,7 persen dan usia 25-34 tahun sebesar 30 persen. (*)

Continue Reading

Berita

Debt Collector Pinjol yang Nagih dengan Cara Kasar Bisa Dibui 10 Tahun, Ini Pasalnya

“Contoh kasus perilaku petugas penagihan, dia melakukan penagihan secara agresif kata kasar, ancaman dan lain-lain, ini bisa dipidana berdasarkan pada pasal 306 P2SK tadi,” kata Tongam.

Published

on

Debt Collector Pinjol
Ilustrasi Debt Collector Pinjol | Foto: Ist.

Lampung dot co – Berita Ekonomi | Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa debt collector dari pelaku usaha jasa keuangan (PUJK), termasuk Pinjaman Online atau Pinjol yang melakukan penagihan dengan cara mengancam hingga kekerasan akan dipidana.

Tak main-main, debt collector (DC) termasuk debt collector Pinjol yang menagih pinjaman dengan mengancam nasabah, terlebih sampai melakukan kekerasan akan diancaman pidana 10 tahun penjara hingga denda Rp 250 miliar.

Demikian dikatakan oleh Kepala Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan OJK, Tongam L. Tobing dalam seminar bertajuk ‘Mengenal Lebih Jauh Pengaturan UU P2SK Penguatan Literasi, Inklusi, dan Pelindungan Konsumen’.

“Contoh kasus perilaku petugas penagihan, contohnya ada peminjaman Pinjol, P2P lending, perjanjian kredit karena belum membayar, dia melakukan penagihan secara agresif kata kasar, ancaman dan lain-lain, ini bisa dipidana berdasarkan pada pasal 306 P2SK tadi,” kata Tongam dalam acara tersebut secara virtual, Kamis (23/11/2023).

Pasal 306 itu mengatur, jika PUSK melakukan pelanggaran dalam penagihan hingga memberikan informasi yang salah kepada nasabah akan dipidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 10 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 25 miliar dan Rp 250 miliar.

Seturut dengan Tongam, Kelapa Departemen Pengawasan Perilaku PUSK OJK Bernard Widjaja menerangkan bukan hanya penindakan yang akan dilakukan kepada pinjol-nya atau PUJK, tetapi pihak ketiga yang melakukan penagihan (debt collector) juga bisa dipidana.

“(Tidak hanya PUJK yang disanksi) debt collector juga pihak ketiga itu, kita minta pelaku usaha menindak terhadap debt collector, dan kami melakukan penindakan kepada PUJK,” jelasnya.

Karena berdasarkan aturan yang ditentukan, proses penagihan oleh PUJK atau debt collector-nya memiliki batasan. Misalnya, waktu penagihan yang dibatasi sampai jam 8 malam.

“Kalau penagihan setengah 10 malam datang, sampai memaksa bersangkutan itu membuat video bahwa harus berjanji membayar dengan cara dalam videonya, itu etiknya nggak boleh,” tegas Bernard Widjaja. (*)

Continue Reading

Berita

Fenomena Anak Muda Terlilit Pinjol Menguat, Ini Penyebabnya

“Nah ini membuat persoalan dimana mudah membuat hutang maka terjadi persoalan ketika nasabah gagal bayar,”

Published

on

Anak Muda Terlilit Pinjol
Ilustrasi Anak Muda Terlilit Pinjol | Foto: Ist.

Lampung dot co – Berita Ekonomi | Laporan KOMPAS menyebut penerima pinjaman daring atau pinjaman online (pinjol) selama dua tahun terakhir didominasi kelompok usia kurang dari 35 tahun. Mereka menggunakan dana pinjaman untuk hal-hal konsumtif.

Meski bergaji rendah, sifat konsumtif generasi muda menjadikan mereka sasaran utama penyaluran pinjol. Sehingga terjadi peningkatan 5,3 persen jumlah peminjam pinjol yang tidak lancar dan macet di atas 30 hari pada kelompok usia 17 hingga 34 tahun ini.

Tahun 2022, secara keseluruhan rata-rata penghasilan penduduk bekerja sebesar Rp 2,17 juta per bulan. Sementara itu, nilai rata-rata pinjol per orang sebesar Rp 2,31 juta atau 106 persen, lebih besar dari rata-rata penghasilan.

Parahnya lagi, kelompok usia muda dan pekerja awal yang berusia 17 hingga 34 tahun menduduki peringkat teratas dalam hal perbandingan pinjaman dan penghasilan yang tidak seimbang. Mereka menerima pinjaman Rp 2,44 juta dari gaji yang hanya Rp 2,02 juta per bulan.

Fenomena anak muda yang terlilit pinjaman daring akibat “besar pasak dari tiang”, menurut Direktur Ekonomi Digital Celios Nailul Huda, disebabkan antara lain oleh penerapan credit scoring (sistem penilaian kelayakan peminjam) yang kurang valid oleh penyelenggara pinjaman.

“Di satu sisi, pinjaman daring dapat meningkatkan inklusi keuangan. Di sisi lain, credit scoring yang digunakan harus benar-benar bisa menggambarkan kemampuan bayar peminjam,” kata dia.

Semantara itu, Managing Partner Rinto Wardana Law Firm, Rinto Wardana juga menyebut bahwa kurangnya edukasi mengenai risiko dari mudahnya meminjam uang secara online juga menjadi faktor utama.

“Nah ini membuat persoalan dimana mudah membuat hutang maka terjadi persoalan ketika nasabah gagal bayar,” ujarnya dikutip dari CNBC Indonesia.

Berbeda dengan pinjaman bank konvensional yang memiliki ketentuan bunga dan denda dalam perjanjian kredit, nasabah pinjol sering kali kurang informasi mengenai besaran bunga yang harus dibayarkan jika terlambat.

Maraknya kasus gagal bayar pinjaman online dan paylater menjadi perhatian. Perlu diingat bahwa konsekuensinya dapat berujung pada masalah hukum ketika ada kegagalan pembayaran.

Rinto menjelaskan bahwa jika terjadi gagal bayar, perusahaan pinjol berhak melaporkan ke polisi atas dasar penipuan dan penggelapan. Hak ini diatur oleh perundang-undangan perusahaan pinjol untuk menuntut nasabah yang tidak memenuhi kewajibannya.

Selain melalui jalur pidana, perusahaan pinjol juga dapat mengambil langkah hukum secara perdata. Meskipun ranah perdata seharusnya melibatkan perjanjian, namun dalam praktiknya nasabah jarang mendapatkan dokumen perjanjian tersebut.

“Meski begitu, hak perusahaan pinjol untuk mengajukan gugatan perdata tetap ada jika terjadi wanprestasi,” jelasnya. (*)

Continue Reading

Banyak Dibaca