fbpx
Connect with us

Kolom

[Kolom] Apresiasi, Kritik dan Doa 337 Tahun Kota Bandar Lampung

Published

on

Kota Bandar Lampung

Sebagai orang yang lahir, besar dan menetap di kota Bandar Lampung, tentu secara umum kami mengikuti segala proses perkembangan dan pertumbuhan di kota ini. Mulai dari sekolah dan ke pasar berjalan kaki, kemudian menggunakan fasilitas angkot, hingga sekarang dimanjakan dengan kemudahan akses transportasi via aplikasi, Alhamdulillah sudah kami alami.

Kota ini tumbuh sangat pesat, apalagi di sektor pembangunan. Jalan layang, pemukiman, cluster perumahan, ruko, mall, hotel, rumah sakit, sekolah, perguruan tinggi, hingga cafe dan restoran berjejer dari mulai pusat hingga pinggiran kota.

Kota Bandar Lampung kini telah berusia 337 tahun, hampir memasuki usia 3 setengah abad. Ini adalah usia yang sangat matang bagi sebuah daerah. Terlebih lagi Bandar Lampung adalah ibukota Provinsi, tentu kota ini selalu menjadi barometer bagi kota dan kabupaten lain yang ada di Provinsi Lampung.

Karena “positioning” kota Bandar Lampung sangat penting, maka kemajuan dan kesejahteraan kota ini tentu menjadi sorotan kita bersama. Kita tentu berharap kota Bandar Lampung kedepan menjadi salah satu kota metropolitan di Indonesia, kota modern yang maju, unggul namun tetap mewarisi dan menerapkan norma-norma budaya luhur dari para pendahulu kita.

Ada apresiasi, kritik dan doa yang kami berikan, sebagai kado untuk ulang tahun kota Bandar Lampung yang ke 337. Pertama sekali, kami memberikan apresiasi.

Apresiasi kepada Pemerintah kota dalam kurun waktu 10 tahun kebelakang hingga sekarang, atas segala pencapaian yang bisa dibilang cukup signifikan. Kami masih inggat pada tahu 2011, APBD Kota Bandar Lampung ada pada posisi 1,1 Triliyun, dan saat ini hampir 10 tahun dibawah kepemimpinan Herman HN, APBD kita sudah tembus diangka 2.6 Triliyun.

PAD kota Bandar Lampung juga naik amat signifikan, yang dulu ketika periode 2011 masih diangka 100an Miliyar, saat ini pada akhir tahun 2018 saja PAD Kota sudah tembus diangka 400 Miliyar. Dan direncanakan pada RAPBD 2019, PAD Kota Bandar Lampung ditergetkan mencapai angka 600an Miliyar. Ini tentu pencapaian yang sangat signifikan.

Untuk kemajuan pembangunan, diawal sudah kami singgung. 9 tahun ini, dari mulai 2011 – 2019, Bandar Lampung tumbuh amat pesat. Bila mendengar komentar dari para teman dan saudara yang mungkin hampir 5 – 6 tahun ini tidak pernah datang ke Bandar Lampung, meraka sangat kaget dengan pertumbuhan pembangunan di kota ini.

Dari sisi program sosial, kami pun memberikan apresiasi. Mulai dari bantuan pendidikan, kesehatan, insentif RT, kader Posyandu, guru ngaji, hingga support kegiatan keagamaan sangat terasa signifikan dirasakan oleh masyarakat.

Namun, tentu tidak ada gading yang tidak retak. Dan tentunya, kitapun tidak boleh cepat berpuas diri dengan segala pertumbuhan yang kota Bandar Lampung saat ini dapatkan. Ada apresiasi kebijakan dan hasil kerja, tentu adapula kritik kebijakan dan kritik program kerja. Kritik ini tentu diberikan dengan motivasi evaluasi dan perbaikan.

Ada dua kritik keras yang coba kami sampaikan sebagai kado HUT ke 337 kota Bandar Lampung. Pertama, pada sektor pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum, kami masih melihat kota ini bertumbuh tanpa ada konsep yang jelas.

Mau tidak mau, suka atau tidak suka Bandar Lampung kedepan akan menjadi satu-satunya kota metropolitan yang ada di Provinsi Lampung. Ketika kita berbicara pertumbuhan, maka konsep pemerataan pembangunan dan kesejahteraan harus menjadi perhatian khusus. Disinilah prinsip keteraturan harus diterapkan.

Sebenarnya bila acaun yang digunakan sebagai payung hukum pertumbuhan pembangunan adalah Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) Kota Bandar Lampung, masalah keteraturan ini adalah hal yang mudah untuk diwujudkan.

Dalam RTRW ada bab tentang zonasi. Sehingga harusnya tidak akan berdiri itu mall – mall dan tempat hiburan di zona pendidikan. Kemudian hak 30 % Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai amanah Undang – Undang juga akan menjadi program dan prioritas utama.

Karena kota Metropolitan yang menafikan ketersediaan RTH 30% dari luas wilayah, berarti siap-siap kota tersebuat akan tumbuh menjadi kota yang panas serta memiliki kualitas udara yang buruk. Seperti yang kami singgung diawal, ketika kita berbicara kota metropolitan, yang ada dibenak kita tentu adalah sebuah perwujudan kota maju, modern dan sejahtera.

Maju, modern dan sejahtera mungkin bagi sebagian pihak secara sederhana bisa saja terwakili oleh pertumbuhan pembangunan gedung-gedung pencakar langit, dan lain sebagainya. Namun bagi kami, konsep Maju, modern dan sejahtera adalah sebuah konsep komprehensif dari keseimbangan antara pertumbuhan bangunan, peningkatan kualitas SDM, serta meningkat dan meratanya taraf kesejahteraan masyarakat.

Kita dulu mungkin sering mendengar ungkapan “yang kaya tambah kaya, yang miskin tambah miskin”, tentu kita tidak ingin hal ini terjadi. Kita ingin kesejahteraan dan kemajuan kota ini merata, dirasakan dan dinikmati oleh mayoritas masyarakatnya.

Kedua, kritik kami untuk kota ini adalah terkait dengan praktek-praktek keterlibatan para aparatur kota dari tingkat eselon 1, camat, lurah hingga penggerak masayarakat dari mulai kepala lingkungan, kader posyandu, ketua RT pada politik praktis di setiap momentum pemilu dan pilkada.

Tentu sudah menjadi rahasia umum di tingkat aparatur hingga masyarakat. Bahwa praktek- praktek para pihak yang kami sebut diatas dalam politik praktis disetiap momen Pemilu dan Pilkada di daerah manapun, khususnya di kabupaten/kota di Indonesia selalu ada dan berperan cukup signifikan.

Pada proses ini ada intimidasi struktural, tawaran iming -iming jabatan, serta reward-reward yang menjadi motivasi para aparatur dan penggerak masyarakat untuk terlibat dalam politik praktis. Dan semua itu dari mulai 2013 sampai sekarang, amat kita rasakan di Kota Bandar Lampung.

Apakah hal ini bisa hilang? Kami yakin akan teramat sulit. Jangankan Pemilu dan Pilkada, yang itu melibatkan seluruh masyarakat dari berbagai kalangan. Hari ini, pemilihan rektor yang notabenya adalah zona para intelektual, fenomena yang kami singgung diatas pun berlaku di beberapa perguruan tinggi yang ada di Indonesia.

Akhirnya, inilah sedikit uneg-uneg yang bisa kami berikan sebagai kado cinta HUT 337 Kota Bandar Lampung. Sebagai masyarakat, tentu kita ingin ikut memberikan kontribusi bagi kebaikan dan kemajuan kota ini.

Bismillah, mari tetap optimis, bahwa kota ini kedepan akan lebih baik, lebih maju, lebih modern dan sejahtera. Tapi tetap, se modern dan semaju apapun kota ini kedepan, jangan sampai norma-norma agama dan budaya luhur dari pendahulu kita semakin luntur.

Kita berdoa dan berikhtiar, semoga kota Bandar Lampung kedepan menjadi kota Metropolitan yang Maju, Sejahtera dan tetap Berbudaya.

Oleh: M Imron Rosadi,
Penggerak GARBI Lampung
*Artikel ini merupakan kiriman dari pembaca. Isi sepenuhnya tanggung jawab penulis sesuai pasal sanggahan yang telah kami buat.
**Pembaca bisa mengirim tulisan via kontak yang tersedia atau melalui www.lampung.co/karya-pembaca

Rodi Ediyansyah merupakan salah satu editor media online Lampung.co yang bertugas mencari, menyunting dan menerbitkan naskah berita atau artikel dari penulis. Kontak rhodoy@lampung.co

Kolom

PKKMB Unila 2023: Ide Tanpa Substansi

Sangat disayangakan untuk seorang mahasiswa yang seharusnya adaptif dan peka kondisi yang saat ini terjadi justru gagap

Published

on

PKKMB Unila 2023
PKKMB Unila 2023 | Foto: Ist.

Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB ) Universitas Lampung yang diberitakan melalui website Unila disambut antusias Mahasiswa Baru (MABA) 2023 untuk mengenalkan, dan menggambarkan secara langsung iklim kehidupan kampus. Rangkaian tersebut diisi dengan materi, dan juga pengenalan berbagai Organisasi Kemahasiswaan di tingkat universitas, fakultas, dan jurusan. Tentunya dengan harapan, MABA dapat mempersiapkan diri sebelum memasuki pembelajaran dalam bidang akademik ataupun non akademik.

Paper Mob dan Ide Tanpa Substansi

Meskipun demikian, ide yang digagas oleh beberapa ormawa seperti BEM, khususnya di tingkat fakultas dalam agenda PKKMB cenderung monoton atau bahkan mengadopsi tahun-tahun sebelumnya, yang dimana ide tersebut adalah paper mob. Paper mob yang dimaksud adalah sebuah atraksi yang menampilkan gambar atau tulisan menggunakan kertas dan terkumpul di satu titik.

Salah seorang mahasiswa yang menjadi panitia di PKKMB fakultas, menyampaikan “Paper Mob seperti yang dilakukan pada tahun-tahun lalu sebelum dilanda covid, sebagai salah satu ide yang digagas untuk memeriahkan rangkaian PKKMB bagi Mahasiswa Baru”.

Sangat disayangakan untuk seorang mahasiswa yang seharusnya adaptif dan peka kondisi yang saat ini terjadi justru gagap akan hal tersebut. Kondisi tersebut seperti isu organisasi kemahasiswaan (ormawa) yang sudah dianggap kurang relevan untuk diikuti, dan kalah saing. Hal tersebut kenapa tidak diangkat menjadi isu krusial dan diselesaikan melalui paradigma baru.

Dengan demikian, paradigma baru tersebut dapat ditularkan kepada mahasiswa baru melalui PKKMB, dan tentunya terkemas dalam rangkaian kegiatan dengan ide baru yang kreatif, dan substansial. Peran mahasiswa yang dinilai sebagai Agent of Change untuk di era sekarang layak dikaji ulang, apakah peran tersebut masih dianggap, jika pemikiran seorang mahasiswa sebatas adopsi dan selalu adopsi.

Si Paling Senior di Balik Antusias MABA

Ada satu ketika sore hari sekelompok MABA berjalan kaki beranjak pulang ke arah kampung baru seusai mengikuti PKKMB, diganggu oleh sekelompok mahasiswa menggunakan PDH Ormawa yang meneriaki MABA “Apa lu liat-liat, sini lu. Gua senior lu” dengan nada keras dan memelototi maba yang beriringan.

Belum lagi di sebuah postingan menfess di aplikasi X (yang dulunya twiter) berisi curhatan maba “ Gimana si kating-kating itu gak diajari tata cara wudhu ya masa lagi wudhu disuruh cepet2, marah-marah sama dikasih waktu Cuma 5 menit padahal itu orangnya rame kalo pada buru-buru wudhunya terus gak sah mau nanggung dosanya gaa? Hadehhh”. Curhatan lain juga mengeluhkan sikap kakak tingkat sebagai panitia menjulid “maba! Jadi gamau ospek karna tau kating yang cewenya dikit-dikit ngejulidin sama marah-marah”.

Unila di bawah kepemipinan Rektor Prof. Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A.IPM mengusung tagline “Be Strong” mengundang pertanyaan apakah tagline tersebut menggambarkan sebuah utopia ataukah distopia dengan hal-hal yang sudah dijabarkan di atas.

Puisi Sajak Pertemuan Mahasiswa – WS. Rendra

matahari terbit pagi ini
mencium bau kencing orok di kaki langit
melihat kali coklat menjalar ke lautan
dan mendengar dengung di dalam hutan
lalu kini ia dua penggalah tingginya
dan ia menjadi saksi kita berkumpul disini
memeriksa keadaan
kita bertanya :
kenapa maksud baik tidak selalu berguna
kenapa maksud baik dan maksud baik bisa berlaga
orang berkata : kami ada maksud baik
dan kita bertanya : maksud baik untuk siapa ?
ya !
ada yang jaya, ada yang terhina
ada yang bersenjata, ada yang terluka
ada yang duduk, ada yang diduduki
ada yang berlimpah, ada yang terkuras
dan kita disini bertanya :
maksud baik saudara untuk siapa ?
saudara berdiri di pihak yang mana ?
kenapa maksud baik dilakukan
tetapi makin banyak petani kehilangan tanahnya
tanah tanah di gunung telah dimiliki orang orang kota
perkebunan yang luas
hanya menguntungkan segolongan kecil saja
alat alat kemajuan yang diimpor
tidak cocok untuk petani yang sempit tanahnya
tentu, kita bertanya :
lantas maksud baik saudara untuk siapa ?
sekarang matahari semakin tinggi
lalu akan bertahta juga di atas puncak kepala
dan di dalam udara yang panas kita juga bertanya :
kita ini dididik untuk memihak yang mana ?
ilmu ilmu diajarkan disini
akan menjadi alat pembebasan
ataukah alat penindasan ?
sebentar lagi matahari akan tenggelam
malam akan tiba
cicak cicak berbunyi di tembok
dan rembulan berlayar
tetapi pertanyaan kita tidak akan mereda
akan hidup di dalam mimpi
akan tumbuh di kebon belakang
dan esok hari
matahari akan terbit kembali
sementara hari baru menjelma
pertanyaan pertanyaan kita menjadi hutan
atau masuk ke sungai
menjadi ombak di samodra
di bawah matahari ini kita bertanya :
ada yang menangis, ada yang mendera
ada yang habis, ada yang mengikis
dan maksud baik kita
berdiri di pihak yang mana !

Semoga saja pesan yang disampaikan oleh W.S Rendra melalui puisinya tersebut dapat menjadi pengingat juga menyadarkan satu sama lain akan peran dan harapan yang dipikul oleh mahasiswa.

Oleh: Ramdani Rasyid,
Mahasiswa Universias Lampung (Unila)
*Artikel Lampung.co ini merupakan kiriman dari pembaca. Isi sepenuhnya tanggung jawab penulis sesuai pasal sanggahan yang telah kami buat.
**Pembaca bisa mengirim tulisan via kontak yang tersedia
Continue Reading

Kolom

Sejarah Hari Kebangkitan Nasional dan Pentingnya Peringatan di Era Modern

Dengan mengenang dan merayakan Hari Kebangkitan Nasional, diharapkan masyarakat Indonesia dapat terus terinspirasi dan tergerak untuk memperkuat persatuan, semangat kebangsaan, dan dedikasi dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia

Published

on

Hari Kebangkitan Nasional
Ilustrasi Hari Kebangkitan Nasional | Foto: Ist.

Lampung dot co – Kolom | Hari Kebangkitan Nasional adalah perayaan nasional yang diadakan setiap tanggal 20 Mei di Indonesia. Peringatan ini juga dikenal dengan sebutan Hari Kebangkitan Nasional Indonesia. Perayaan ini bertujuan untuk membangkitkan semangat nasionalisme dan kebangkitan bangsa, serta mengingatkan masyarakat Indonesia akan perjuangan dan pengorbanan para pahlawan kemerdekaan.

Sejarah Hari Kebangkitan Nasional

Pada tanggal 20 Mei 1908, Budi Utomo, organisasi pertama yang mengusung semangat kebangsaan Indonesia, didirikan. Pendirian Budi Utomo menjadi tonggak awal gerakan nasional Indonesia yang bertujuan untuk memperjuangkan kemerdekaan dari penjajahan Belanda.

Kebangkitan Nasional Indonesia adalah periode pada paruh pertama abad ke-20 di Nusantara (kini Indonesia), ketika rakyat Indonesia mulai menumbuhkan rasa kesadaran nasional sebagai “orang Indonesia”. Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Budi Utomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928).

Untuk mengejar keuntungan ekonomi dan menguasai administrasi wilayah, Belanda menerapkan sistem pemerintahan kolonial pada orang-orang yang sebelumnya tidak memiliki kesamaan identitas politik. Pada awal abad ke-20, Belanda menetapkan batas-batas teritorial di Hindia Belanda, yang menjadi cikal bakal Indonesia modern.

Pada paruh pertama abad ke-20, muncul sejumlah organisasi kepemimpinan yang baru. Melalui kebijakan Politik Etis, Belanda membantu menciptakan sekelompok orang Indonesia yang terpelajar. Perubahan yang mendalam pada orang-orang Indonesia ini sering disebut sebagai “Kebangkitan Nasional Indonesia”. Peristiwa ini dibarengi dengan peningkatan aktivitas politik hingga mencapai puncaknya pada Proklamasi Kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945.

Dalam perayaan Hari Kebangkitan Nasional, sering kali diadakan berbagai kegiatan seperti upacara bendera, peringatan, diskusi, seminar, dan acara budaya yang melibatkan masyarakat. Pemerintah, lembaga pendidikan, dan organisasi kemasyarakatan sering kali berpartisipasi dalam perayaan ini dengan mengadakan kegiatan yang bertema nasionalisme, sejarah, dan kebangsaan.

Pentingnya Perayaan Hari Kebangkitan Nasional

Perayaan Hari Besar Ini memiliki arti penting dalam membangun identitas nasional, menyatukan bangsa, dan memupuk rasa cinta tanah air serta semangat kebangsaan di kalangan masyarakat Indonesia. Melalui perayaan ini, diharapkan bahwa masyarakat Indonesia dapat mengingat dan menghargai perjuangan para pahlawan serta memperkuat tekad untuk menjaga dan mengembangkan bangsa dan negara Indonesia.

Selain memperingati pendirian Budi Utomo, Hari Kebangkitan Nasional juga menjadi momentum untuk merefleksikan perjalanan sejarah bangsa Indonesia, menghargai perjuangan para pahlawan nasional, dan menggugah semangat kebangkitan nasional di tengah perubahan zaman.

Peringatan Hari Kebangkitan Nasional juga dapat menjadi momen penting untuk mengajarkan nilai-nilai kebangsaan kepada generasi muda. Melalui edukasi sejarah dan kegiatan yang relevan, seperti ceramah, diskusi, dan kontes-kontes, masyarakat dapat lebih memahami jasa-jasa para pahlawan kemerdekaan dan pentingnya mempertahankan dan mengembangkan keberagaman serta persatuan bangsa.

Selain itu, Hari Kebangkitan Nasional juga menjadi ajang untuk merayakan prestasi dan kemajuan bangsa Indonesia dalam berbagai bidang, seperti politik, ekonomi, sains, olahraga, seni, dan budaya. Perayaan ini dapat menjadi momen untuk mengenang berbagai capaian bangsa yang telah memberikan sumbangan dalam memajukan Indonesia.

Peringatan di Era Modern

Di era modern ini, peringatan Hari Kebangkitan Nasional juga sering dikaitkan dengan semangat inovasi, kreativitas, dan kewirausahaan. Dalam rangka meningkatkan kebangkitan nasional, masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam pembangunan dan berkontribusi dalam memajukan Indonesia melalui berbagai bidang kehidupan, termasuk ekonomi, pendidikan, teknologi, dan lingkungan.

Penutup

Dengan mengenang dan merayakan Hari Kebangkitan Nasional, diharapkan masyarakat Indonesia dapat terus terinspirasi dan tergerak untuk memperkuat persatuan, semangat kebangsaan, dan dedikasi dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia sebagai negara yang maju, berdaulat, adil, dan berkepribadian.

Continue Reading

Artikel

Mengapa Isu “Loss and Damage” Dalam COP27 Penting untuk Indonesia

Contohnya adalah tenggelamnya pulau-pulau kecil milik negara-negara kepulauan di kawasan Pasifik seperti Kiribati dan Tuvalu. Indonesia juga menghadapi ancaman serupa.

Published

on

Banjir
Foto udara banjir yang melanda Pekalongan karena penurunan tanah dan kenaikan muka air laut | Foto: Antara/Harviyan Perdana Putra

Lampung.co – Para pemimpin dunia sedang berkumpul di Mesir untuk mengikuti konferensi iklim Perserikatan Bangsa Bangsa (Conference of Parties 27 atau COP27).

Dalam pertemuan ini, selain poin penting seputar mitigasi, adaptasi, dan pendanaan, pemimpin dunia juga turut membahas persoalan “loss and damage” atau kehilangan dan kerusakan.

Lalu apa itu loss and damage dan mengapa ini penting untuk Indonesia?

Dampak perubahan iklim

Pakar perubahan iklim dari Independent University Bangladesh, Saleemul Huq, dalam buku The Climate Book yang dibuat oleh pegiat lingkungan Greta Thunberg, memaparkan bahwa yang dimaksud dengan “loss” adalah sesuatu yang hilang secara utuh dan tidak mungkin bisa kembali. Tidak peduli berapa banyak uang yang digelontorkan untuk membuatnya lagi.

Contohnya adalah tenggelamnya pulau-pulau kecil milik negara-negara kepulauan di kawasan Pasifik seperti Kiribati dan Tuvalu. Indonesia juga menghadapi ancaman serupa. Menurut peneliti BRIN, ada 115 pulau di Indonesia yang terancam hilang atau tenggelam.

<span class="caption">Foto udara banjir yang melanda Pekalongan karena penurunan tanah dan kenaikan muka air laut.</span> <span class="attribution"><span class="source">Harviyan Perdana Putra/Antara</span></span>

Sementara “damage” mengacu pada sesuatu yang rusak akibat bencana iklim tapi masih bisa diperbaiki, tentu saja dengan catatan jika kita punya uang dan sumber daya yang mumpuni. Pemutihan terumbu karang, kerusakan lahan pertanian akibat kekeringan panjang, dan hancurnya pemukiman serta fasilitas umum akibat banjir adalah contoh nyata kerusakan yang sedang dan akan terus dihadapi Indonesia.

Kajian dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (Bappenas) memprediksi Indonesia akan menanggung kerugian ekonomi yang luar biasa dalam rentang waktu 2020-2024, yaitu sebesar Rp 544 triliun atau setara dengan 31% realisasi pendapatan negara tahun 2021 yang mencapai 1.736 triliun.

Pertanyaan kemudian muncul, siapa yang akan menanggung kerugian ekonomi yang sedemikian besar? Apakah semua akan ditanggung negara? Tentu tidak, sebagian besar kerugian ini akan ditanggung sendiri oleh masyarakat rentan, seperti penduduk pesisir pantai atau para petani yang menggantungkan hidupnya pada kondisi alam.

Jalan terjal keadilan iklim

Meski tidak dapat menutup semua kerugian ekonomi, Indonesia sangat berkepentingan untuk mendapatkan kompensasi loss and damage dari negara maju untuk mengurangi pengeluaran dari anggaran negara. Karena itulah, perwakilan Indonesia di COP harus mengawal agenda pembahasan perkara ini dalam COP.

Namun, upaya membawa isu loss and damage ke meja perundingan COP bukan perkara mudah. Sudah 30 tahun lebih isu ini dibawa oleh negara berkembang. Merunut sejarahnya, isu loss and damage pertama kali dibawa oleh Vanuatu yang mewakili Aliansi Negara-Negara Kepulauan Kecil (AOSIS) pada 1991.

<span class="caption">Menteri Luar Negeri Tuvalu, Simon Kofe, saat berpidato di tengah pesisir negaranya yang terendam karena kenaikan muka air laut.</span> <span class="attribution"><span class="source">via social media</span></span>

Saleemul Huq juga mengkritik isu loss and damage seakan menjadi hal tabu dalam negosiasi iklim internasional karena ada embel-embel kompensasi di baliknya. Negara majulah yang kerap menghindari persoalan ini. Pemenuhan janji pendanaan iklim US$ 100 miliar yang digelontorkan negara maju ke negara berkembang saja sudah berat dan sulit dicapai, apalagi ditambah ganti rugi loss and damage.

Proposal bersama koalisi negara G77 dan Cina untuk mendapatkan fasilitas pendanaan loss and damage tahun lalu juga ditolak oleh kelompok negara maju penyumbang emisi terbesar seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa di Glasgow.

Akhirnya kabar baik datang dari Mesir. Dalam COP27, ada enam negara yang mau berkomitmen untuk menyumbang pendanaan loss and damage. Mereka adalah Skotlandia, Denmark, Jerman, Austria, Irlandia, dan Belgia. Gabungan pendanaan dari enam negara ini mencapai kurang lebih US$ 265 juta.

Jumlah ini memang belum banyak. Sebab, dua ilmuwan dari Basque Center for Climate Change Spanyol Anil Markandya dan Mikel González-Eguino menaksir kerugian tak terhindarkan yang ditanggung negara-negara berkembang akibat bencana iklim diprediksi mencapai US$ 290 – 580 miliar (Rp 4.519 – 9.033 triliun) pada 2030. Angka ini akan terus meningkat hingga US$ 1.132 – 1.741 miliar (Rp 17.631 – 27.117 triliun) pada 2050.

Namun begitu, komitmen pendanaan dari enam negara maju setidaknya menjadi simbol solidaritas terhadap perjuangan negara-negara berkembang. Ini juga menjadi sindiran untuk negara maju lainnya yang masih bergeming.

Hingga saat ini, ketimpangan yang sangat besar antara komitmen pendanaan loss and damage dengan perkiraan kebutuhannya masih akan ditanggung sendiri oleh negara-negara sedang berkembang.

Saatnya bergerak

Isu loss and damage harus bisa lepas dari bayang-bayang dominasi pembicaraan mitigasi atau pengurangan emisi. Tentu saja, ambisi dan upaya negosiasi pengurangan emisi negara-negara harus terus digenjot.

<span class="caption">Aktivis organisasi lingkungan Friends of Earth menyuarakan isu loss and damage di COP21 pada 2015.</span> <span class="attribution"><span class="source">(John Englart/Flickr)</span></span>

Namun, perlu diingat bahwa dampak dari krisis iklim sudah di depan mata dengan semakin meningkatknya bencana iklim khususnya di negara-negara sedang berkembang.

Para pemimpin dunia juga harus memikirkan tantangan yang sedang terjadi dan turut berkontribusi meringankan beban negara-negara berkembang.

Kompensasi dari loss and damage penting untuk mewujudkan keadilan iklim bagi negara-negara berkembang. Seperti kita tahu bahwa kontribusi emisi negara-negara ini relatif lebih sedikit dibandingkan dengan emisi dari negara-negara maju sejak revolusi industri.

Sayangnya, negara-negara sedang berkembang harus menanggung kerugian dampak perubahan iklim lebih banyak.

Nicola Sturgeon, Perdana Menteri Skotlandia, juga menyayangkan ketidakadilan ini dalam pidatonya pada panel loss and damage. Ia juga menyoroti bahwa aksi nyata untuk loss and damage sangat terlambat dan mendesak negara maju untuk menyediakan pendanaan sekarang juga.

Peran Indonesia

Kucuran dana kompensasi loss and damage ke Indonesia akan meringankan beban anggaran negara untuk menanggulangi kerugian akibat bencana iklim.

Namun, pembicaraan loss and damage akan menghadapi batu terjal dalam perundingan-perundingan berikutnya. Penting bagi delegasi Indonesia dan tentunya Presiden Joko Widodo terus menyuarakan isu ini dalam perundingan COP di Mesir, Dubai (tuan rumah COP28 tahun depan) dan seterusnya.

Indonesia bisa menjadi aktor kunci untuk memperkuat koalisi G77 dengan Cina dan juga keenam negara maju yang berkepentingan terhadap isu loss and damage.

Indonesia dekat dengan negara-negara ekonomi besar dalam G20, sekaligus juga dekat dengan negara-negara G77 dan Aliansi Negara-Negara Kepulauan Kecil (AOSIS). Ini memberikan posisi strategis bagi Indonesia untuk terus menggaungkan dan menjaga momentum isu loss and damage dalam berbagai kesempatan pertemuan internasional.The Conversation

Oleh: Stanislaus Risadi Apresian,
Assistant Professor of International Relations, Universitas Katolik Parahyangan

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation dengan judul Mengenal isu “loss and damage” dalam COP27 dan mengapa ini penting untuk Indonesia.

Continue Reading

Banyak Dibaca